TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Luar Negeri Iran untuk Urusan Hukum dan Internasional menyatakan bahwa hukuman mati bagi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, atas kejahatan perangnya terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, bukanlah sesuatu yang mustahil.
“Saya pikir ini bukan hal yang tidak mungkin. Ini mungkin terjadi jika ada upaya yang serius,” ujar Kazem Gharibabadi dalam wawancara dengan Khamenei.ir yang dipublikasikan pada Minggu (15/12/2024).
Gharibabadi mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kurangnya pengadilan yang adil untuk menyelidiki kejahatan yang dilakukan oleh rezim Israel dan para pejabatnya.
Ia menambahkan, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) sejauh ini hanya mengeluarkan surat perintah penangkapan, yang menurutnya merupakan tindakan paling mendasar dalam sistem peradilan.
Gharibabadi juga menyarankan bahwa dua atau tiga negara yang mendukung Palestina dan menentang kejahatan Israel dapat bergabung membentuk "pengadilan bersama" yang bisa menjatuhkan hukuman mati kepada pejabat rezim tersebut.
"Kita harus mencoba melihat apakah memungkinkan untuk membentuk pengadilan yang terdiri dari beberapa negara dengan pandangan yang sama, mendukung rakyat Palestina," katanya.
"Melalui pengadilan itu, keputusan seperti hukuman mati dapat dikeluarkan," lanjutnya.
Namun, ia juga menekankan pentingnya memastikan sejauh mana keputusan tersebut bisa ditegakkan dan apa jaminan pelaksanaannya.
Pada November lalu, Kamar Praperadilan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas "kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang" di Gaza.
Ini menjadi momen pertama dalam sejarah 22 tahun ICC di mana surat perintah penangkapan dikeluarkan untuk pejabat senior yang terkait dengan Barat.
Gharibabadi juga menyebutkan bahwa sebelum keputusan ICC, Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag telah mengeluarkan putusan terkait kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan berdasarkan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.
Baca juga: Ajudan Netanyahu Ubah Catatan Resmi, Menuduh Ada Tanggapan Awal dari PM Terhadap Serangan 7 Oktober
Putusan ini, menurut Gharibabadi, merupakan kecaman lain terhadap rezim Israel dan tindakannya.
Afrika Selatan mengajukan kasus genosida terhadap Israel di ICJ pada akhir 2023, beberapa minggu setelah Israel melancarkan serangannya yang brutal ke Gaza pada Oktober.
Selain Afrika Selatan, beberapa negara lain seperti Spanyol, Meksiko, Libya, Turki, Nikaragua, dan Kolombia turut mendukung kasus ini, yang memulai sidang terbuka pada Januari 2024.
Pada bulan Mei, ICJ memerintahkan Israel untuk menghentikan invasinya di kota Rafah, Gaza Selatan.
Panel beranggotakan 15 hakim tersebut juga mengeluarkan tiga perintah awal dengan harapan untuk mengurangi jumlah korban jiwa dan meringankan penderitaan kemanusiaan di Gaza.
Hingga kini, invasi Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 44.976 orang dan melukai sekitar 106.759 orang lainnya.
Gharibabadi juga menyinggung Amerika Serikat sebagai pihak yang turut bertanggung jawab atas kejahatan Israel.
"AS tidak hanya memberikan dukungan militer dan intelijen kepada rezim Zionis, tetapi juga dukungan politik dan diplomatik," ujarnya.
Ia menekankan bahwa Israel tidak akan mampu bertahan tanpa dukungan dari AS.
Israel Ajukan Banding atas Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
Dilaporkan sebelumnya, Israel mengajukan dua banding pada Jumat (13/12/2024) terhadap surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, demikian dilaporkan oleh Radio Angkatan Darat Israel, yang dikutip The New Arab.
Banding tersebut, diajukan oleh Dr. Gilad Noam dari Kantor Jaksa Agung Israel.
Dalam bandingnya, Noam berdalih bahwa keputusan ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan memiliki kelemahan yang signifikan.
Banding pertama menekankan bahwa Jaksa Kepala ICC, Karim Khan, seharusnya memberikan pemberitahuan baru terkait penyelidikannya terhadap dugaan kejahatan perang.
Banding ini menyoroti bahwa Khan mengandalkan pemberitahuan yang dikeluarkan pada tahun 2021, yang merupakan bagian dari penyelidikan awal yang dimulai oleh pengadilan pada saat itu.
Baca juga: AS Turun Tangan Lindungi Netanyahu CS, Rilis UU Invasi Den Haag Demi Jegal Putusan ICC
Banding kedua berfokus pada masalah yurisdiksi, dengan menyatakan bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas Israel karena Israel bukan anggota ICC.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)