TRIBUNNEWS.COM - Pada akhir pekan lalu, dua kapal tanker minyak Rusia, Volgoneft 212 dan Volgoneft 239, rusak akibat badai besar yang melanda Selat Kerch, sebuah wilayah yang memisahkan Rusia dan Krimea yang diduduki.
Badai tersebut menyebabkan tumpahan minyak besar-besaran di Laut Hitam.
Kedua kapal tersebut membawa sekitar 9.200 ton bahan bakar minyak berat, yaitu mazut.
Kapal Volgoneft 212 terbelah menjadi dua setelah haluannya robek akibat badai, dan sekitar 3.700 ton mazut tumpah ke laut.
Sementara itu, Volgoneft 239 kandas di dekat pantai, memicu kekhawatiran lebih lanjut akan dampak lingkungan dari tumpahan minyak tersebut.
Greenpeace Ukraina melaporkan bahwa setidaknya 60 kilometer garis pantai telah tercemar oleh minyak.
Beberapa kota di wilayah tersebut telah mengumumkan keadaan darurat.
Video yang dilacak oleh CNN menunjukkan gelombang hitam yang berisi mazut terlihat mengalir ke pantai-pantai di sekitar wilayah Krasnodar, termasuk daerah sekitar Anapa dan Novorossiysk.
Video juga menunjukkan seekor burung yang tertutup minyak, kesulitan untuk terbang akibat sayapnya yang tercemar.
Burung-burung yang terkontaminasi mazut ditemukan mati.
Ada laporan tentang kematian massal lumba-lumba yang diduga terkait dengan tumpahan tersebut.
Mazut, yang merupakan bahan bakar minyak berat, sangat berbahaya bagi kehidupan laut dan burung, karena mengganggu sistem pernapasan mereka dan meracuni kulit serta tubuh mereka.
Reaksi Zelensky
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1035: Zelenskyy Sebut 3000 Tentara Korea Utara Tewas di Kursk
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengecam pemerintah Rusia karena mengoperasikan kapal-kapal tanker tua dan tidak terawat yang berusia hampir 50 tahun.
Zelensky menyatakan bahwa kapal-kapal ini seharusnya tidak dioperasikan, terutama dalam kondisi cuaca buruk seperti yang terjadi saat badai.
Ia juga menyebutkan bahwa kapal-kapal tersebut digunakan oleh Rusia untuk mendanai perang dengan mengangkut minyak dari Laut Hitam.
Zelensky menyerukan sanksi internasional terhadap armada tanker "bayangan" Rusia, yang terdiri dari kapal-kapal tua dan tidak terawat yang digunakan untuk menghindari sanksi Barat. Relawan Bersihan Tumpahan Minyak
Kementerian Darurat Rusia melaporkan bahwa lebih dari 8.500 orang, termasuk staf dan relawan, dikerahkan untuk membersihkan tumpahan minyak.
Upaya pembersihan ini terhambat oleh cuaca buruk dan kekurangan sumber daya.
Cuaca badai yang terus berlangsung menyulitkan upaya pembersihan, sementara para relawan mengeluhkan bahwa mereka tidak mendapatkan cukup dukungan dari pemerintah.
Beberapa relawan mengungkapkan bahwa mereka terpaksa membeli alat pelindung seperti respirator sendiri karena tidak ada perlindungan yang disediakan.
Pemerintah Rusia melaporkan bahwa lebih dari 17.000 ton pasir dan tanah yang terkontaminasi telah berhasil dikumpulkan hingga Senin, dan lebih dari 970 burung yang terkontaminasi mazut telah diselamatkan.
Aktivis lingkungan mencatat bahwa banyak informasi yang tidak transparan mengenai skala tumpahan minyak ini.
Eugene Simonov, seorang ahli lingkungan, memperingatkan bahwa meskipun sebagian besar minyak sudah terdampar, kapal-kapal yang tenggelam masih menahan sisa minyak di bawah air.
Ia menambahkan bahwa sisa minyak tersebut dapat menyebabkan kebocoran lebih lanjut jika tidak segera dipompa keluar, seperti yang dilaporkan oleh Euronews.
Kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak ini diperkirakan mencapai antara 30 hingga 50 miliar rubel (sekitar $298 hingga $497 juta).
Para aktivis lingkungan juga memperingatkan bahwa bencana ini dapat mengancam ekosistem Laut Hitam dalam jangka panjang, dengan potensi kerusakan yang jauh lebih besar bagi kehidupan laut dan burung air di wilayah tersebut, The Moscow Times melaporkan.
Sementara itu, Uni Eropa telah memberikan perhatian serius terhadap kapal-kapal tanker tua yang digunakan oleh Rusia sebagai bagian dari armada "bayangan" untuk menghindari sanksi internasional.
Sanksi Uni Eropa baru-baru ini menargetkan armada ini karena risiko lingkungan dan keselamatan yang ditimbulkan.
Meskipun ada sanksi, Rusia terus mengoperasikan kapal-kapal ini, yang dapat menambah beban bagi lingkungan Laut Hitam.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)