Surat perintah itu dikeluarkan atas keputusan kontroversial yang diambil Yoon untuk memberlakukan darurat militer pada awal Desember.
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Pengadilan Korea Selatan telah menyetujui surat perintah penangkapan untuk Presiden Yoon Suk Yeol.
Seperti diketahui, Yoon Suk Yeol dimakzulkan dan ditangguhkan dari kekuasaannya atas keputusannya untuk memberlakukan darurat militer pada 3 Desember 2024 lalu.
Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) mengonfirmasi bahwa pengadilan Seoul menyetujui surat perintah yang diminta oleh penyidik yang memeriksa penerapan darurat militer jangka pendek oleh Yoon .
"Surat perintah penangkapan dan penggeledahan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol, yang diminta oleh Markas Besar Investigasi Gabungan, dikeluarkan pagi ini," kata Markas Besar Investigasi Gabungan dalam sebuah pernyataan dikutip dari Yonhap, Selasa (31/12/2024).
Perintah penangkapan ini keluar hari ini di tengah suasana Korea Selatan yang masih berkabung akibat jatuhnya pesawat Jeju Air dua hari lalu yang menewaskan 179 penumpangnya.
Dinilai Ilegal
Yoon Kab-keun, pengacara presiden Yoon, menggambarkan tindakan tersebut sebagai “ilegal dan tidak sah”.
“Surat perintah penangkapan dan surat perintah penggeledahan dan penyitaan yang dikeluarkan atas permintaan suatu lembaga tanpa kewenangan penyidikan adalah ilegal dan tidak sah,” kata pengacara tersebut dalam sebuah pernyataan.
Pejabat penegak hukum Korea Selatan meminta surat perintah untuk menginterogasi Yoon atas tuduhan penyalahgunaan wewenang dan mengatur pemberontakan.
Ini adalah surat perintah penangkapan pertama yang dikeluarkan untuk seorang presiden petahana di Korea Selatan, menurut media lokal.
CIO tidak mengomentari alasan pengadilan dalam mengabulkan permintaan tersebut. Pengadilan menolak berkomentar.
Tidak jelas kapan atau bagaimana surat perintah penangkapan Yoon akan dilaksanakan.
Akan Ditahan di Seoul
Badan keamanan presiden Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa bahwa mereka akan menjalankan surat perintah penangkapan tersebut sesuai dengan proses hukum yang berlaku.
Surat perintah penangkapan saat ini berlaku hingga 6 Januari 2025.