Laporan kedua dari bank sentral memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2025 akan di bawah 2%, disebabkan oleh lemahnya pertumbuhan ekspor dan menurunnya belanja konsumen. Angka ini bahkan bisa turun lebih jauh jika ketegangan perdagangan global memburuk.
Guncangan ekonomi dan pasar saham
Para analis mengatakan saham di Korea Composite Stock Price Index (KOSPI), pada Senin (6/01), pulih sebagian dari kerugian yang terjadi dalam beberapa minggu setelah pengumuman Yoon, meskipun pasar tetap bergejolak akibat ketidakpastian politik.
Mata uang Korea Selatan, won, terus melemah terhadap dolar. Won diperdagangkan mendekati level terendah dalam 16 tahun terakhir. Situasi serupa terakhir kali terlihat setelah krisis keuangan global.
Pemerintah juga mengonfirmasi pada 30 Desember bahwa investor asing telah menjual lebih dari 17 triliun won (sekitar Rp204 triliun) obligasi negara Korea sejak Yoon mengumumkan darurat militer. Hal ini menandakan hilangnya kepercayaan terhadap stabilitas keuangan Korea Selatan.
Badai ekonomi terbaru ini terjadi setelah berbulan-bulan kinerja perusahaan yang lemah. Minggu lalu, pemerintah mengumumkan bahwa pendapatan pajak turun 8,5 triliun won (sekitar Rp102 triliun) dalam 11 bulan pertama 2024 dibandingkan 2023.
Dampak ketegangan AS-Cina terhadap Korea Selatan
Ancaman lain bagi banyak perusahaan Korea Selatan adalah ketergantungan mereka pada komponen yang dipasok oleh perusahaan Cina.
Dengan kembalinya Trump dan meningkatnya perang dagang AS-Cina, perusahaan-perusahaan tersebut bisa menghadapi penalti yang lebih besar karena AS berusaha menekan Cina dari rantai produksi.
"Ada juga banyak ketidakpastian tentang pemerintahan baru di Washington, apa yang akan dilakukan Trump terkait tarif, dan tekanan yang mungkin dia berikan pada Seoul untuk merundingkan ulang perjanjian perdagangan bebas Korea Selatan-AS," kata Mason Richey, profesor politik dan hubungan internasional di Hankuk University of Foreign Studies di Seoul.
"Jelas bahwa kebijakan Trump terhadap Cina juga akan berdampak besar di sini, seperti untuk produsen baterai kendaraan listrik," tambahnya.
Jika rival Yoon berkuasa
Meskipun bisnis menginginkan stabilitas pemerintahan yang mapan, banyak yang kurang antusias dengan kemungkinan kembalinya Partai Demokrat ke kekuasaan, kata Richey.
"Jika Yoon dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya, pemilu harus diadakan dalam 60 hari dan kemungkinan besar Partai Demokrat akan menang,” katanya.
"Tetapi mereka lebih cenderung memberlakukan pajak dan regulasi yang ketat pada industri dibandingkan pemerintahan Yoon.”
Richey menyebut industri nuklir sipil sebagai sektor yang akan terpengaruh oleh perubahan kekuasaan.
Di bawah pemerintahan Moon Jae-in yang berhaluan kiri sebelum Yoon, energi nuklir mulai dihentikan sepenuhnya. Yoon membalikkan kebijakan itu dan menjadikannya sektor ekspor utama.
Jika Demokrat kembali berkuasa, Korea Selatan bisa sekali lagi menghentikan nuklir, jenis kebijakan yang membuat perencanaan bisnis menjadi sulit, ujar Richey.
Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris.