TRIBUNNEWS.COM - Jantung ibarat sebuah mesin untuk tubuh kita. Sebagai pemompa darah, jantung bekerja 24 jam sehari, 7 kali seminggu, berpuluh-puluh tahun.
Tapi tidak bagi Stan Larkin. Selama 555 hari, jantung pria ini digantikan mesin.
Ketika Stan Larkin berusia 16 tahun, ia mendadak pingsan saat sedang bermain basket di dekat rumahnya di Michihan, AS.
Dokter kemudian mendiagnosisnya menderita gangguan irama jantung yang disebut ARVD (arrhythmogenic right ventricular dysplasia).
Penyakit jantung tersebut membuat irama jantungnya tidak teratur sehingga Larkin sewaktu-waktu terancam serangan jantung.
Dokter kemudian memasang alat defibrilator untuk mengontrol sinyal listrik ke jantungnya agar irama jantungnya kembali stabil.
Solusi itu ternyata hanya bertahan sementara karena Larkin diharuskan banyak duduk dan tidak boleh melakukan aktivitas fisik berat.
Pada tahun 2012, penyakit ARVD yang diderita Larkin berkembang menjadi bi-ventricular dysplasia, yang berarti kedua bilik jantungnya tidak bisa memompa darah ke luar jantung.
Untuk mempertahankan hidupnya, Larkin harus mendapatkan cangkok jantung.
Namun, ayah tiga anak itu memiliki golongan darah O positif yang merupakan tipe darah paling umum, sehingga ia harus mengantri panjang karena ribuan orang juga menantikan jantung yang sama.
"Ketika itu kami merasa cangkok jantung adalah satu-satunya pilihan terbaik, tapi kondisinya berubah dengan sangat cepat dan kami merasa ia tak akan bertahan lama sampai bisa mendapatkan jantung dari donor," kata Dr. Jonathan Haft, dokter jantung yang menangani Larkin.
Larkin kemudian sekarat karena jantungnya tidak mampu memopa darah ke seluruh tubuhnya. Tanpa intervensi segera, ia tak akan bertahan hidup.
Dokter kemudian memutuskan mengangkat jantungnya yang sekarat itu pada November 2014 dan menggantinya dengan jantung buatan yang disebut mesin "Big Blue".
jantung buatan seberat 189 kilogram itu berperan sebagai dua bilik jantung dan mengatur sirkulasi udara. Dengan mesin seberat itu, Larkin hanya bisa terbaring di tempat tidur.