Apabila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala – gejala yang timbul terlebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif – kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif–kompulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.
Terapi Pengobatan
Terdapat beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif–kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah laku.
Kombinasi kedua bentuk terapi tersebut memberikan hasil yang lebih efektif daripada terapi tunggal.
1. Farmakoterapi
Kelompok obat–obatan yang terbukti efektif untuk terapi pada pasien gangguan obsesif – kompulsif adalah SSRI antara lain fuoxetine, fluvoxamine, paroxetine, setraline, dan TCA yaitu clomipramine.
2. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku untuk gangguan obsesif–kompulsif meliputi paparan dan pencegahan ritual.
Dalam terapi ini pasien dipaparkan dengan stimuli yang memprovokasi obsesinya misalnya dengan menyentuh objek yang terkontaminasi dan juga pasien ditahan untuk tidak kompulsi misalnya menunda mencuci tangan.
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang obsesinya.
Lalu, diatur mulai dari yang kurang membuat cemas sampai yang paling membuat cemas.
Dengan melakukan paparan berulang terhadap stimulus diharapkan akan menghasilkan kecemasan yang minimal karena adanya habituasi.
(Tribunnews.com/Devi Rahma)
Artkel Lain Terkait OCD