Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dari tahun 2015 menunjukkan ada sekitar 264 juta orang menderita gangguan kecemasan. Angka ini meningkat terus sejak tahun 2005.
Gangguan kecemasan tentu berbeda dengan rasa cemas.
Gangguan kecemasan meliputi rasa ketakutan yang muncul dalam situasi yang tidak berbahaya.
Baca juga: Atasi Kecemasan Masyarakat akibat PMK, Ketua DPR Minta Vaksinasi Hewan Ternak Dipercepat
Secara rasional, tidak diketahui jelas apa yang menjadi sebab dari rasa cemas itu, tapi bagi sang penderita kecemasan terasa sangat nyata.
Gangguan kecemasan umum (Generalized Anxiety Disorder)
Dikutip dari dw, ada beberapa bentuk gangguan kecemasan. Salah satunya adalah fobia.
Rasa takut pada fobia biasanya didasari oleh ketakutan terhadap sebuah situasi atau suatu objek. Contohnya aviophobia, ketakutan naik pesawat atau arachnophobia, ketakutan terhadap laba-laba.
Baca juga: Tips Menghadapi Suhu Dingin di Sejumlah Wilayah Indonesia: Minum Air Putih dan Olahraga Teratur
Namun beda halnya dengan fobia, gangguan kecemasan umum tidak memiliki bentuk ketakutan yang jelas. Rasa takut yang dirasakan selalu mengikuti penderita sebagai sebuah bayangan.
Meski begitu, rasa kecemasan tersebut tidaklah permanen. Stres yang berkelanjutan menjadi faktor pemicu.
Penderita yang memiliki gangguan kecemasan sejak masa remaja biasanya belajar untuk menutupi dan mengatasi kecemasan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi, rasa takut tetap bisa menghancurkan seseorang.
Faktor-faktor yang berperan
Ada berbagai kemungkinan seseorang menderita gangguan kecemasan
Misalnya, perempuan biasanya memiliki risiko dua kali lipat dibandingkan laki-laki. Gangguan kecemasan juga bisa disebabkan oleh faktor genetik. Selain itu, lingkungan dan pengalaman traumatik seseorang juga bisa berperan dalam perkembangan gangguan kecemasan.