Adapun anak laki-laki lebih banyak terkena HIV dibanding anak perempuan.
Sementara menyoal masalah akses terkait dengan bagaimana akses pengetahuan atau akses layanan kesehatan kepada orang tuanya khususnya ibunya.
“Karena mereka biasanya akan tertular penyakit ini dari ibunya,” kata Imran.
Hampir setengah dari kasus infeksi HIV baru pada anak, dipastikan berasal dari Ibu yang tidak menerima terapi ARV. Data juga menunjukkan bahwa ada banyak ibu menghentikan terapi, selama masa hamil dan menyusui.
Perempuan dan anak dengan HIV merupakan populasi kunci yang seharusnya menjadi prioritas untuk mengakhiri epidemi AIDS. Sayangnya, mereka masih menghadapi berbagai tantangan untuk melakukan pengobatan.
Pada ibu hamil dan menyusui alasan untuk menghentikanterapi karena adanya keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan, biaya, stigma dan diskriminasi dari lingkungan sekitar dan efek samping obat.
Baca juga: Akhiri Endemi AIDS, Perempuan dan Anak Harus Jadi Fokus Utama Terapi ARV
Bagi anak dan remaja juga bukan hal yang mudah untuk mengakses layanan kesehatan. Adanya keterbatasan obat khusus anak dan hambatanhukum seperti kebijakan persyaratan usia juga menjadi alasan sulitnya mendapatkan pengobatan. Belum lagi pengetahuan mengenai isu HIV serta kesehatan seksual dan reproduksi, stigma masyarakat dan kurangnya dukungan keluarga semakin menyulitkan mereka untuk bisa mengakses antiretroviral therapy.
Untuk merealisasikan epidemi AIDS pada 2030, semua orang harus meningkatkan upaya pencegahan, semua orang dengan hasil tes positif harus segera menjalani treatment ARV, semua orang yang sedang menjalani pengobatan harus disiplin untuk mencapai viraload tersupresi.
“Jadi kita kalau dilihat dari penemuan kasusnya, itu semakin membaik sebetulnya. Tetapi, kita untuk pemasukan mereka di dalam terapi itu masih belum banyak perbaikan yang signifikan, masih di bawah 50 persen,” ujar Imran.