Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus TBC di Indonesia banyak ditemui pada kelompok usia produktif terutama pada usia 45 sampai 54 tahun yang mayoritas usia itu orang-orang bekerja.
Pemerintah pun memfokuskan pengendalian TBC bagi para pekerja melalui Permenkes nomor 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan TBC dan Permenaker nomor 13 tahun 2002 tentang Penanggulangan TBC di Tempat Kerja.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan dr. Imran Pambudi, MPHM mengatakan jumlah kasus TBC sensitif obat berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2022 paling banyak dialami oleh buruh sebanyak 54.800 orang, petani 51.900 orang, dan wiraswasta 44.200 orang.
Sementara untuk jumlah kasus TBC resisten obat berdasarkan jenis pekerjaan Tahun 2022 paling banyak ada di wiraswasta 751 orang, buruh 635 orang, dan pegawai swasta BUMN atau BUMD 564 orang.
Angka keberhasilan pengobatan TBC sensitif obat di Indonesia pada tahun 2022 sebanyak 85 persen, paling tinggi ada pada tenaga profesional medis 79 persen, tenaga profesional non medis 78 persen, PNS 73 persen, kemudian disusul dengan yang lain.
Baca juga: Bulan K3 Nasional, Menaker Ida Fauziyah Soroti Tingginya Penderita TBC di Tempat Kerja
Sementara angka keberhasilan pengobatan TBC resisten obat di Indonesia tahun 2022 secara umum keberhasilannya 55 persen.
Dari angka tersebut yang paling tinggi adalah tenaga profesional medis 75 persen, tenaga profesional non medis 67 persen, guru atau dosen 66 persen, diikuti profesi yang lainnya.
"Edukasi itu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TBC karena pengobatannya lama. Kalau TB SO itu 6 bulan minimal, kalau TB RO itu minimal 1 tahun," ujar dr. Imran pada konferensi pers hari TBC Sedunia 2023.
Ditambahkan perwakilan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Prof dr. Dwi Sutanto bahwa hampir semua organ tubuh manusia bisa terkena TBC, tetapi yang paling sering adalah paru-paru.
Beberapa kondisi yang meningkatkan risiko infeksi TBC adalah penyakit yang memperburuk imunitas tubuh seperti HIV/ AIDS, diabetes, gangguan gizi, gagal ginjal, alkohol, perokok.
"Pekerja berisiko karena faktor risiko bekerja bisa karena usia masa kerja dan pajanan bahan di tempat kerja. Beberapa pajanan bahan di tempat kerja itu menyebabkan kondisi dan daya tahan tubuh di paru-paru menurun, contohnya seperti silika dan bahan-bahan toxic lainnya yang terhirup itu dapat merusak sistem pertahanan paru. Akibatnya kalau kena infeksi TBC paru-paru lebih rentan terinfeksi," tutur Prof. Dwi.
Ventilasi di tempat kerja kurang baik, pencegahan infeksi di tempat kerja yang tidak berjalan, dan APD yang tidak digunakan optimal sampai kebiasaan merokok akan berisiko tinggi terinfeksi TBC.
Adapun gejala seseorang terinfeksi TBC adalah batuk-batuk berdahak, batuk berdarah, sesak napas, lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari, dan demam meriang.