Laporan wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi menilai RUU Omnibus Law Kesehatan cenderung mengarah liberalisasi sistem kesehatan.
"Ada hal yang ingin saya sampaikan pertama setelah mencermati naskah akademik maupun DIM dari yang diusulkan oleh pemerintah menjadi sangat jelas RUU ini arahnya kemana," kata Sri pada Konferensi Pers Tunda Pengesahan RUU Kesehatan, Perbaiki, dan Pastikan Partisipasi Publik yang Bermakna di Kantor Yayasan LBH Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023).
Baca juga: Akademisi Nilai RUU Kesehatan Lahirkan Ketidakpercayaan Publik Atas Komitmen Transformasi Kesehatan
Sri menuturkan, sangat terlihat arah RUU Kesehatan ke liberalisasi sistem kesehatan meskipun dibungkus dengan lebel transformasi kesehatan.
"Cenderung mengarah pada liberalisasi sistem kesehatan dan memperluas komersialisasi layanan kesehatan termasuk tenaga medis itu sebagai komediti," sambungnya.
Menurut Sri komersialisasi ini dampaknya luar biasa terutama terhadap akses warga terhadap layanan kesehatan.
Baca juga: Dukungan Terhadap KPAI Mengawal Hak Anak dalam RUU Kesehatan
"Kemudian juga terhadap masalah yang diangkat itu yang menjadi dasar dibuatnya RUU yaitu kesenjangan akses layanan kesehatan di kota dan desa-desa," sambungnya.
Indikasi dari liberalisasi itu kata Sri, terlihat dari kemudahan dari investasi bidang layanan kesehatan, pendidikan dokter, dan farmasi yang jelas-jelas mengesampingkan perlindungan kesehatan publik.
"Yang jadi pertanyaan juga RUU ini sedang dalam pembahasan dan publik belum pahami isinya. Disahkan juga belum tapi pemerintah sudah buat MoU dengan yayasan Bill Gates tentu saja melibatkan sektor swasta," katanya.
Dengan tindakan itu kata Sri, artinya pemerintah memaksa publik menerima begitu saja RUU Kesehatan.
Baca juga: Lewat Panja RUU Kesehatan, Asosiasi Tembakau Minta DPR Tinjau Ulang RUU Kesehatan
"Meski publik belum mengetahui isinya dan konsekuensi dari RUU tersebut," tutupnya.