Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Mahalnya harga obat di Indonesia tidak selalu mencerminkan kualitasnya.
Hal ini berdasarkan pada studi terbaru dari Systematic Tracking of At-Risk Medicines (STARmeds) hasil kolaborasi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Imperial College London, dan Erasmus University Rotterdam.
Dari 1.274 sampel obat yang diteliti, sepertiga di antaranya memiliki harga yang 10 kali lipat lebih mahal dibandingkan produk sejenis yang paling murah, tetapi kualitasnya tetap sama.
Prof. Dr. apt. Yusi Anggriani, M.Kes, Co-Principal Investigator of STARmeds saat memaparkan hasil studi dalam Kelas Jurnalis oleh STARmeds: Menyuarakan Isu Kualitas Obat di Indonesia, Jakarta, Selasa (3/10/ 2023).
“Kami tergerak melakukan penelitian ini saat publik dan media mulai mempertanyakan kualitas dari obat yang memiliki harga murah atau bahkan gratis,"ungkapnya Dr Yusi.
Baca juga: Terbukti Ampuh, Fitofarmaka Didorong Masuk Daftar Obat di BPJS Kesehatan
Iapun ungkap jika pihak tertarik untuk untuk melihat, apakah harga obat akan selalu berbanding lurus dengan kualitasnya.
Dalam studi ini, sampel diambil dari lima jenis obat, yakni antibiotik (amoksisilin & cefixime), obat asam urat (allopurinol), obat untuk tekanan darah tinggi (amlodipine), dan steroid (dexamethasone).
Sampel obat dikumpulkan dari rumah sakit, apotek, dan platform e-commerce di wilayah Jabodetabek serta di wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia Bagian Barat, Tengah, dan Timur, termasuk Medan, Labuhan Batu; Surabaya, Kabupaten Malang; dan Kupang/Timor Tengah Selatan.
Hasilnya mengejutkan, bahwa hampir sepertiga obat sampel yang dibeli harganya lebih dari 10 kali harga produk setara termurah.
"Dan 10 persen sampel obat dengan harga tertinggi dihargai lebih dari 30 kali lipat harga terendah, meskipun kualitasnya serupa," katanya.