“Bahkan sebelum jadi manusia sudah berisiko, saat dalam kandungan, BPA berpotensi mengganggu pertumbuhan janin sehingga dalam perkembangannya akan menimbulkan banyak masalah kesehatan, termasuk autisme dan Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD),” katanya.
Ia menambahkan, paparan BPA dalam jangka panjang dapat memicu banyak gangguan dalam sistem tubuh, termasuk gangguan organ reproduksi, penyakit terkait endokrin, gangguan syaraf dan kanker.
Menurutnya, negara bertanggung jawab dan harus segera mengeluarkan regulasi untuk membatasi penggunaan senyawa BPA.
“Kalau tidak dilakukan, itu membahayakan kesehatan kita. Atau kalau kita tunda saja, itu artinya membiarkan masalah ini menjadi akumulatif, sehingga seakan-akan terjadi pembiaran, bahwa kesehatan adalah urusan Anda dan negara seolah-olah tidak ikut campur,” katanya.
“Dengan adanya label yang memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat, Pemerintah mengajak industri supaya bertanggung jawab terhadap kesehatan bangsa ini,“ katanya.
Dalam menghadapi risiko BPA yang melanda Indonesia, BPOM sendiri memilih langkah yang lebih moderat dengan mengeluarkan regulasi untuk pencantuman label “Berpotensi mengandung BPA” pada produk AMDK yang menggunakan kemasan galon plastik polikarbonat.
Dengan kata lain, sama sekali tidak ada larangan penggunaan kemasan galon polikarbonat, sehingga dapat dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi pelaku usaha.
Meski begitu, upaya pelabelan BPOM ini masih menemui pertentangan dari beberapa pihak. Salah satunya datang dari Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), yang menyangkal adanya masalah kesehatan akibat mengonsumsi AMDK kemasan polikarbonat.
Padahal, selain mengawasi AMDK galon di lapangan, BPOM juga mempertimbangkan tren pengaturan BPA yang diterapkan di luar negeri. Misalnya di Uni Eropa, yang pada tahun 2018 telah menurunkan batas migrasi BPA yang semula 0,6 bpj menjadi 0,05 bpj.
Bahkan tahun ini, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) telah mengumumkan perubahan drastis batas asupan harian BPA yang aman untuk manusia per 19 April 2023.
Sebelumnya, EFSA menetapkan batas aman asupan harian sebesar 4 mikrogram BPA per kilogram berat badan per hari. Namun, aturan tersebut diubah menjadi jauh lebih ketat, di mana batas aman asupan berjumlah 0,2 nanogram per kilogram berat badan per hari, atau 20.000 kali lebih ketat daripada batas aman terdahulu.
Baca juga: BPOM: Rencana Regulasi Pelabelan BPA Adalah Upaya untuk Melindungi Kesehatan Masyarakat