Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Kepala Badan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, meminta setiap kecamatan melakukan pemantauan keluarga berisiko stunting, sebagai upaya untuk menekan dan mencegah stunting baru.
Hal ini disampaikan Hasto saat membuka acara Kick off Mini Lokakarya Stunting Tahun 2024 secara daring melalui zoom meeting, Selasa (06/02/2023).
Hasto mengatakan, penurunan stunting tak hanya kuratif, tetapi juga harus promotif dan preventif pada keluarga berisiko stunting (KRS).
“Kepada bapak Camat, marilah kita melakukan mini lokakarya ini sebagai forum untuk berdiskusi membicarakan tentang kondisi masing-masing desa di seluruh kecamatan dengan keluarga-keluarga berisiko stunting. Ini peran kita untuk mencegah lahirnya stunting-stunting baru,” tegasnya.
Ia menerangkan, pencegahan dimulai dari hulu yaitu calon pengantin (catin). Karena apabila dilakukan dalam lingkup kecamatan, data catin tidak akan terlalu banyak seperti pada lingkup kabupaten/kota dalam sebulan.
“Sehingga ketika kita mengadakan sebulan sekali kasus yang dibahas dalam mini lokakarya itu tidak banyak. Karena hampir semua yang nikah kita tentu berharap semua sehat," ujar dokter Hasto.
Jika perempuan yang akan menikah terlalu muda, terlalu tua, mempunyai masalah-masalah tertentu dalam arti penyakit, ketika berpotensi melahirkan anak stunting.
"Para keluarga atau calon keluarga berisiko tinggi stunting perlu dikenali sebulan sekali melalui mini lokakarya kecamatan. Sehingga para camat sudah bisa melakukan pemetaan," terang dia.
Baca juga: Menkes Ingatkan Perlunya Perbaikan Gizi Anak Demi Ciptakan Generasi Maju Indonesia
Nantinya hasil laporan tersebut dipetakan di kecamatan. Dengan IT (Informasi dan Teknologi) dapat melihat langsung di dashboard.
"Camat bisa mengetahui bulan ini berapa yang nikah dan berapa yang berisiko tinggi stunting,” tambah dr Hasto
Begitu pula dengan pemanfaatan data dalam Pendataan Keluarga.
“Data keluarga bisa dimanfaatkan untuk mengenali juga siapa-siapa yang tidak mempunyai jamban, rumahnya tidak layak huni tetapi kemudian hamil," urai dokter Hasto.
Menurut dokter Hasto, keluarga yang hidup di lingkungan yang sangat buruk atau kumuh dan kemudian si istri hamil, maka anak yang dilahirkan berpeluang sering diare atau sakit, sehingga besar peluang menjadi stunting.