TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Global Health Security sekaligus Pakar Epidemiologi Dicky Budiman menilai asupan gizi yang diberikan dalam simulasi makan siang gratis
sudah cukup memadai.
Simulasi makan siang gratis itu telah dilaksanakan di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024).
“Kalau saya melihat dari aspek gizinya cukup baik artinya sudah memenuhi
kebutuhan nutrisi anak sekolah,” ucapnya kepada Tribun Network, Jumat (1/3/2024).
Program makan siang gratis sudah banyak diterapkan di negara-negara maju.
Dia mencontohkan Australia hingga Jepang yang sudah lama menjalankan program
ini.
Dari sisi manfaat tentu memberikan dampak yang baik terutama dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Namun, Dicky mengatakan ada prosedur higienitas dan sanitasi yang mesti diperhatikan dalam memberikan makanan untuk satu sekolah.
Hal ini tidak semudah yang dibayangkan.
Salah-salah justru menimbulkan outbreak atau kasus penyakit pada suatu kelompok.
“Yang menjadi perhatian adalah bagaimana makanan itu ada prosedur higienitas
dan masalah sanitasinya kalau di negara maju yang memasak terpisah serta
dilakukan di lingkungan yang amat bersih,” ucap Dicky.
Epidemiolog dari Griffith University Australia ini menegaskan perhatian kebersihan di
dalam proses pembuatan makan menjadi sangat penting.
Dicky juga menekankan agar makanan yang disajikan hendaknya berasal dari
pangan lokal sehingga tidak berujung pada makanan yang terbuang.
Selain itu, dia berpesan agar makan siang gratis ini tidak selalu berwujud nasi.
“Ini penting kita mengenakkan diferensiasi misalnya nasi diganti kentang,
karbohidratnya kan tidak selalu nasi jadi kita bisa meningkatkan ketahanan pangan
juga,” tukasnya.
Baca juga: Mahfud MD: Simulasi Makan Siang Gratis Tidak Etis