News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

WHO Sebut TB Kembali Jadi Penyakit Menular yang Mematikan

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi tuberkulosis (TB)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan laporan baru tentang tuberkulosis (TB). 

Laporan ini mengungkap bahwa sekitar 8,2 juta orang baru didiagnosis menderita TB pada tahun 2023. 

Angka ini merupakan jumlah tertinggi yang tercatat sejak WHO memulai pemantauan TB global pada tahun 1995. 

Ini merupakan peningkatan yang signifikan dari 7,5 juta yang dilaporkan pada tahun 2022, menempatkan TB kembali sebagai penyakit menular pembunuh utama pada tahun 2023, melampaui COVID-19.

Sementara jumlah kematian terkait TB menurun dari 1,32 juta pada tahun 2022 menjadi 1,25 juta pada tahun 2023.

Sedangkan jumlah total orang yang jatuh sakit karena TB meningkat sedikit menjadi sekitar 10,8 juta pada tahun 2023.

Dengan penyakit ini yang secara tidak proporsional mempengaruhi orang-orang di 30 negara dengan beban tinggi.

India (26 persen), Indonesia (10%), Cina (6,8%), Filipina (6,8%) dan Pakistan (6,3%) secara bersama-sama menyumbang 56?ri beban TB global. 

Menurut laporan tersebut, 55% orang yang terkena TB adalah laki-laki, 33?alah perempuan dan 12?alah anak-anak dan remaja muda.

“Fakta bahwa TB masih membunuh dan membuat banyak orang sakit adalah hal yang keterlaluan, padahal kita memiliki alat untuk mencegahnya, mendeteksinya, dan mengobatinya,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, dilansir dari website resmi, Rabu (30/10/2024). 

“WHO mendesak semua negara untuk menepati komitmen konkret yang telah mereka buat untuk memperluas penggunaan alat tersebut, dan mengakhiri TB," tegasnya. 

Baca juga: 35 Persen Penderita Tuberkulosis Usia Produktif, Penanggulangan di Tempat Kerja Penting

Pada tahun 2023, kesenjangan antara jumlah kasus TB baru yang diperkirakan dan yang dilaporkan menyempit menjadi sekitar 2,7 juta.

Turun dari tingkat pandemi COVID-19 sekitar 4 juta pada tahun 2020 dan 2021. 

Namun, TB yang resistan terhadap banyak obat masih menjadi krisis kesehatan masyarakat. 

Tingkat keberhasilan pengobatan untuk TB yang resistan terhadap banyak obat atau resistan terhadap rifampisin (MDR/RR-TB) kini telah mencapai 68%.

Namun, dari 400.000 orang yang diperkirakan telah mengembangkan MDR/RR-TB, hanya 44% yang terdiagnosis dan diobati pada tahun 2023.

Kesenjangan dan tantangan pendanaan

Pendanaan global untuk pencegahan dan perawatan TB terus menurun pada tahun 2023 dan masih jauh di bawah target. 

Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC), yang menanggung 98?ban TB, menghadapi kekurangan pendanaan yang signifikan. 

Hanya US$ 5,7 miliar dari target pendanaan tahunan sebesar US$ 22 miliar yang tersedia pada tahun 2023, setara dengan hanya 26?ri target global.

Secara global, penelitian TB masih sangat kekurangan dana dengan hanya seperlima dari target tahunan sebesar US$ 5 miliar yang tercapai pada tahun 2022. 

Hal ini menghambat pengembangan diagnostik, obat, dan vaksin TB baru. 

WHO terus memimpin upaya untuk memajukan agenda vaksin TB, termasuk dengan dukungan Dewan Akselerator Vaksin TB yang diluncurkan oleh Direktur Jenderal WHO.  

Sejumlah besar kasus TB baru disebabkan oleh 5 faktor risiko utama.

Yaitu kekurangan gizi, infeksi HIV, gangguan penggunaan alkohol, merokok (terutama di kalangan pria), dan diabetes. 

Menangani masalah ini, bersama dengan faktor penentu penting seperti kemiskinan dan PDB per kapita, memerlukan tindakan multisektoral yang terkoordinasi.

Direktur Program Tuberkulosis Global WHO Dr. Tereza Kasaeva, ungkap ada beberapa tantangan berat dalam penanganan TB. 

Tantangan tersebut berupa kekurangan dana dan beban keuangan yang sangat besar bagi mereka yang terkena dampak.

Ada pula akibat perubahan iklim, konflik, migrasi dan pengungsian, pandemi, dan tuberkulosis yang resistan terhadap obat, pendorong utama resistensi antimikroba. 

“Sangat penting bagi kita untuk bersatu di semua sektor dan pemangku kepentingan, untuk menghadapi masalah-masalah mendesak ini dan meningkatkan upaya kita," tutup dr Tereza. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini