Tria juga melihat, pelarangan ini seolah menempatkan susu formula pertumbuhan setara dengan rokok yang juga dibatasi untuk berpromosi.
“Padahal, dua-duanya memberikan dampak berbeda. Jangan samakan sufor dengan rokok.”
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam mencatat peraturan turunan PP No.28 Tahun 2024 sejatinya tidak perlu mengubah ketentuan yang sudah ada saat ini, yaitu pembatasan kegiatan promosi susu formula sesuai dengan PP No. 69 Tahun 1999.
“Bahwa PP sebelumnya (PP No.69 Tahun 1999) sudah mengatur ketat iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia 0-12 bulan, di mana industri sudah ikut aturan main karena diatur secara ketat,” sebut Piter.
Piter menambahkan bahwa yang lebih penting dilakukan adalah edukasi mengenai nutrisi yang dapat dilakukan bersama antar pemangku kepentingan.
Apalagi angka prevalensi stunting belakangan menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan.
“Melihat kondisi yang ada mengenai pemberian ASI Eksklusif dan juga perlunya percepatan penurunan angka stunting, diperlukan penciptaan kondisi yang mendukung pemberian ASI Eksklusif seperti ruang laktasi di kantor dan ruang publik, serta penguatan akses informasi atas pilihan nutrisi yang sehat bagi dan anak” jelas Piter. (*)