News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Perludem Nilai Presidential Threshold 20 % Penyebab Hadirnya Ruang-ruang Ilegal Transaksi Parpol

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Titi Anggraini (Tengah) menjadi pembicara dalam Diskusi Ngopi dari Seberapa Istana, bertajuk Partai Politik bisa dibeli gosip atau fakta? Jakarta Pusat , Minggu (20/11/2022).

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen menjadi penyebab hadirnya ruang-ruang transaksi partai politik (Parpol).

Menurut Titi adanya aturan itu membuat partai politik tidak bisa mencalonkan sendiri calon presiden yang mereka ingin usung di Pilpres 2024.

"Asal-usulnya ruang-ruang transaksi, ruang jual-beli itu dimungkinkan terjadi karena partai politik tidak bisa mengusulkan sendiri pasangan calon yang mereka ingin dukung akibat adanya persyaratan ambang batas pencalonan presiden di pasal 222 undang-undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Titi kepada Tribunnews.com selepas Diskusi Ngopi dari Seberapa Istana, bertajuk Partai Politik bisa dibeli gosip atau fakta? Jakarta Pusat, Minggu (20/11/2022).

"Dalam pasal itu disebutkan pengusulan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik harus memenuhi persyaratan memiliki paling sedikit 20 persen kursi DPR atau 25% suara sah hasil pemilu DPR sebelumnya," sambungnya.

Baca juga: Sejarah Baru Pemilu Malaysia, Partai Penguasa Selama Bertahun-tahun Terakhir Jeblok, Mahathir Kalah

Dikatakan Titi jika partai politik tidak bisa memenuhi aturan tersebut maka parpol dipaksa membangun koalisi.

"Artinya kalau partai politik tidak memenuhi persyaratan tersebut mereka dipaksa harus membangun koalisi pencalonan dengan partai lain," tambahnya.

Titi menegaskan bahwa ketika partai politik tengah membentuk koalisi disitulah terjadi praktik-praktik transaksional.

"Ketika mereka ingin membentuk koalisi pencalonan dengan partai lain di situlah ruang-ruang ilegal bisa tercipta terjadi kompromi yang mengarah kepada praktik-praktik transaksional," ungkapnya.

Adapun menurut Titi praktik-praktik transaksional itu guna mendapatkan dukungan tiket pencalonan yang memenuhi persyaratan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini