News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Pembenahan Internal Parpol Dinilai Bisa Tutupi Kelemahan Sistem Proporsional Terbuka

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto (keempat kiri) bersama Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (keempat kanan), Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (kiri), Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan (ketiga kanan), Presiden PKS, Ahmad Syaikhu (kanan), Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali (ketiga kiri), Wakil Ketua Umum PPP, Amir Uskara (kedua kanan), dan Sekjen Partai NasDem, Johnny G Plate (kedua kiri) berfoto bersama usai memberikan keterangan dalam acara silaturahmi awal tahun di Jakarta, Minggu (8/1/2023). Delapan pimpinan partai politik bertemu untuk membahas sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang diwacanakan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Indonesia Afit Khomsani mengatakan memang tidak ada sistem pemilu yang paling ideal dan bagus. Meski demikian, sistem pemilu dipilih berdasar yang paling memungkinkan dan bisa disesuaikan dengan konteks dan kultur masyarakat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Indonesia Afit Khomsani mengatakan memang tidak ada sistem pemilu yang paling ideal dan bagus. 

Meski demikian, sistem pemilu dipilih berdasar yang paling memungkinkan dan bisa disesuaikan dengan konteks dan kultur masyarakat. 

Misalnya, sistem pemilu proporsional terbuka memiliki beberapa kelemahan di antaranya adalah mengecilnya peran parpol, dan rawan politik uang.

"Karena adanya liberalisasi dalam proses pemilu, di mana para calon saling berlomba untuk mendapatkan suara terbanyak," katanya kepada wartawan, Rabu (11/1/2023).

Menurutnya, masalah yang patut diperhatikan terkait dengan sistem pemilu proporsional terbuka adalah derajat kedekatan warga dengan partai yang akan dipilih atau party-identification (Party-ID).

"Problem kita adalah rendahnya Party ID, bahkan sekarang hampir tidak ada. Hal ini diakibatkan pada banyak faktor, termasuk disorientasi parpol, ideologi yang semakin tidak jelas, dan sebagainya," ucapnya.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, partai politik (parpol) diharapkan mampu memastikan calon legislatif (caleg) yang diusung merepresentasikan Party-ID yang kuat. 

"Tentu parpol mempunyai tugas untuk memastikan bahwa calon yang diusung atau dicalonkan adalah calon yang mempunyai Party ID yang kuat, tidak hanya semata elektabilitas dan tingginya basis dukungan," ucapnya.

Baca juga: Rapat dengan DPR, Ketua KPU Minta Maaf Soal Pernyataan Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024

Sedangkan untuk meminimalisir politik uang, parpol juga patut untuk mempunyai mekanisme kontrol atas dana kampanye yang digunakan dan tidak memanfaatkan surat rekomendasi sebagai mahar politik.

"Parpol juga tentu harus mempunyai mekanisme yang jelas dan kontrol atas dana politik dan kampanye yang dilakukan oleh kader-kadernya. Sebaliknya, parpol jangan memanfaatkan situasi ini untuk menjadikan surat rekomendasi sebagai mahar politik," pungkasnya.

Delapan Parpol Parlemen Sepakat Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Delapan partai politik (parpol) Parlemen menyatakan sikap tegas menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup.

Pernyataan sikap itu dihasilkan setelah para ketua umum dan elite parpol melakukan pertemuan, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).

Mereka yang hadir adalah Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAM Zulkifli Hasan, Ketua Umum PKB Muhamimin Iskandar, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Presiden PKS Ahmad Syaikhu.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini