Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (Sekjen PAN) Eddy Soeparno berbicara soal sistem proporsional tertutup atau coblos partai yang sedang proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Eddy Soeparno mengatakan pihaknya akan terus berjuang menolak agar sistem Pemilu Legislatif tetap dilakukan secara terbuka.
Menurut dia, ini merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) sekaligus warisan dari era reformasi, di mana masyarakat dapat memilih langsung wakil rakyat dalam Pemilu.
Baca juga: Sistem Proporsional Tertutup Dinilai Rugikan Caleg Perempuan pada Pemilu
“Kami akan berjuang sekuat tenaga agar sistem proporsional terbuka itu tetap dipertahankan, karena itu merupakan amanat dari perjalanan demokrasi,” kata Eddy Soeparno dalam diskusi di Rilis Hasil Survei Nasional, yang digelar di kawasan Jakarta Pusat, Senin (23/1/2023).
Eddy berandai-andai jika sistem proporsional tertutup diterapkan pada Pemilu mendatang. Menurutnya, jika itu terjadi, maka strategi partai politik akan berubah.
Sebab, lanjut dia, sistem proporsional merupakan aspek fundamental dalam Pemilu.
“Bahkan ada partai-partai mengatakan ‘ah kalau ternyata nanti sistem pemilihnya proporsional tertutup, saya lebih baik sudah tutup aja masalah pencalegan kita, nggak akan ada yang mau nyaleg,” kata Eddy.
Baca juga: MK Didorong Tetap Pertahankan Sistem Proporsional Terbuka pada Pemilu 2024
“Jadi saya kira ini Pemilu kita sangat penting selain menentukan nanti konstelasi partai-partai di parlemen,” lanjut dia.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyebut ada kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Hasyim mengatakan aturan terkait sistem pemilihan sedang disidangkan di MK.
Sistem pemilu proporsional tertutup memungkinkan pemilih dalam pemilu legislatif hanya memilih partai dan bukan calon legislatif.
Sistem itu berbeda dengan proporsional terbuka yang saat ini berlaku, di mana masyarakat bisa memilih para kandidat calon legislatif.
Jika sistem proporsional tertutup berlaku, surat suara hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai.
Sementara, partai politik yang menang dan mendapat jatah kursi, berhak menentukan orang yang akan duduk di kursi parlemen itu.
Sistem proporsional tertutup dipakai pada Pemilu 1955, sepanjang Orde Baru, dan terakhir pada Pemilu 1999.
Perubahan dilakukan dengan menerapkan sistem proporsional terbuka mulai Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.
Baca juga: Perludem Daftar Sebagai Pihak Terkait di Sidang Gugatan Sistem Proporsional Terbuka
Apa Itu Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka?
Pada Pemilu sebelumnya KPU menerapkan sistem proporsional terbuka.
Sistem proporsional adalah sistem di mana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil.
Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi.
Sistem proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty.
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya.
Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.
Perbedaan lainnya, pada sistem proporsional terbuka penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Sementara dengan proporsional terbuka maka penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.
Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.