Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) memberikan apresiasi kepada Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra yang telah menyampaikan pemikiran kenegarawanan berdasarkan amanat ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto pun menilai, pemikiran ahli hukum tata negara dan sekaligus Ketua Umum PBB tersebut sangat mencerahkan, dan menampilkan kepakaran yang dipandu sikap kenegarawanan.
"Sistem Pemilu tertutup berkorelasi dengan pelembagaan Partai dan menegaskan bahwa peserta pemilu legislatif adalah parpol, bukan orang per orang," kata Hasto menanggapi peryataan Yusril di sidang MK, Kamis (9/3/2023).
Hasto mengatakan, dengan sikap Prof Yusril tersebut, maka makin jelas bagaimana PDI Perjuangan dan PBB hadir sebagai Partai ideologi.
“Kami menempuh jalan ideologi, sementara yang lain jalan liberalisme. Jalan ideologi meski sering terjal, namun kokoh pada prinsip. Sebab menjadi anggota legislatif itu dituntut untuk menyelesaikan masalah rakyat saat ini, dan merancang masa depan Indonesia melalui keputusan politik," ucap Hasto.
"Dalam peran strategis tersebut, maka caleg harus dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan," sambungnya.
Hasto menambahkan, secara mudah, proporsional tertutup, caleg bermodalkan keahlian, dedikasi, dan kompetensi melalui kaderisasi.
Sementara kalau proporsional terbuka, modalnya popularitas dan kakayaan.
“Secara empiris, proporsional terbuka mendorong bajak-membajak kader ala transfer pemain dalam sepakbola; kecenderungan kaum kaya dan artis masuk ke politik; primordialisme; dan ada partai karena ambisinya, lalu ambil jalan pintas merekrut isteri, anak, atau adik pejabat dan menguatlah nepotisme," papar Hasto.
Logikanya, lanjut Hasto, pejabat akan mengerahkan kekuasaannya untuk caleg dari unsur keluarganya.
"Di tata pemerintahan, menteri yang memegang sumber logistik dan kekuasaan hukum akan menjadi rebutan. Ini praktik demokrasi elektoral," sambung dia.
Lebih dari itu, dalam Proporsional terbuka caleg lahir secara instan, akibatnya kepuasan terhadap parpol dan lembaga legislatif selalu berada di urutan paling bawah dari lembaga negara lainnya.
Baca juga: Yusril Klaim Pahami Keinginan Megawati: Kesal Sudah Didik Kader Tapi Kalah Sama yang Populer
"Mengapa? Sebab pragmatisme politik merajalela. Karena menjadi anggota legislatif harus bermodalkan kapital atau dukungan investor politik, maka skala prioritas adalah menggunakan kekuasaan untuk mengembalikan modal politik, dan kemudian mencari modal dalam pencalonan ke depan," kata Hasto.
"Dalam proses ini terjadi penyatuan fungsi antara politik, bisnis, dan hukum. Semua demi agenda pencitraan, dan kebijakan populisme yang menyandera fiskal di masa depan," tegasnya.