Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) mengaku masih belum hendak mengajukan permohonan eksekusi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus).
Sebagai informasi, putusan atas perkara perdata yang dilayangkan PRIMA ke PN Jakpus bisa dieksekusi karena terdapat amar putusan yang menyatakan ‘putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)’.
Artinya, putusan dapat dieksekusi walau proses banding sedang dilakukan.
Sekretaris jenderal (sekjen) PRIMA Dominggus Oktavianus menjelaskan pihaknya masih belum mau mengajukan permohonan eksekusi karena masih mengupayakan jalur damai dengan KPU.
“Belum (ajukan eksekusi). Kita masih berharap proses ini masih bisa menemukan titik temu. Ada titik temu yang lebih soft, yang lebih damai di antara dua pihak,” kata Dominggus kepada awak media ditemui di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Kehadiran Dominggus di Bawaslu adalah untuk mengikuti sidang perdana di mana pihaknya kembali menggugat KPU. Ia berharap melalui sidang ini dapat menghasilkan putusan yang baik untuk kedua belah pihak.
“Jadi kita harapkan nanti pasca proses ini, itu benar-benar ada satu putusan yang benar-benar memberikan jalan keluar. Ada solusi alternatif. Karena kita tidak perlu juga terlalu ngotot di area yang bisa menimbulkan polemik berkepanjangan,” ujarnya.
Sebelumnya, Anggota KPU RI Idham Holik sempat menyinggung ihal pihaknya enggan menempuh jalur damai dengan PRIMA.
"Ketua KPU RI pernah menegaskan bahwa keputusan berkenaan dengan partai politik peserta pemilu, baik yang diterbitkan pada 14 Desember ataupun 30 Desember itu tetap berlaku," kata Ketua Divisi Teknis KPU RI ini, Jumat (10/3/2023).
Idham mengatakan berdasarkan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yang berhak mengubah putusan KPU, hanya Bawaslu dan PTUN.
Baca juga: Kembali Digugat, KPU Bantah Tuduhan Prima Tidak Jalankan Putusan Bawaslu
Namun, untuk mengubah keputusan itu, partai yang mengajukan gugatan harus memenangkan sengketa proses di Bawaslu dan PTUN. Sebab, dua lembaga tersebut memiliki kompetensi absolut dalam menangani sengketa proses Pemilu.
"Dalam konteks ini, sebuah keputusan itu dapat diubah apabila memang Bawaslu dan PTUN menyatakan keputusan tersebut harus diubah atau dibatalkan," ujarnya.