Umam menyebut, PDIP sendiri tampaknya menyimpan resistensi terhadap Golkar jika hendak masuk ke dalam koalisinya mengusung Ganjar.
PDIP menilai langkah Golkar yang sejak awal mensponsori KIB untuk mengusung Ganjar, sebagai 'cara yang tidak etis' secara politik, karena mendahului partai asal tokoh tersebut.
Selain itu, statemen sejumlah politisi Golkar yang menyerang PDIP agar tidak mendominasi dan mendikte dalam penentuan Capres ketika kedua partai berada di koalisi yang sama, merupakan sinyal kuat renggangnya hubungan PDIP dengan Golkar saat ini.
"Belajar dari perjalanan KIB ini, maka koalisi yang tidak dibangun di atas platform kerja sama yang jelas dan ketiadaan basis ketokohan Capres yang jelas, akan menjebak koalisi dalam ketidakpastian, yang bisa berakhir pada gagalnya koalisi itu sendiri," jelas Umam.
Baca juga: Setelah Besok Bertemu Megawati, Mardiono Agendakan Temui Ganjar Pranowo hingga Presiden Jokowi
Sementara, Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, bahwa pertemuan ketiga ketum parpol KIB bisa saja respon atas dukungan PPP pada Ganjar yang diusung PDIP, sekaligus momentum perpecahan KIB.
Pertama, kata Dedi, karena Golkar masih teguh upayakan Airlangga Hartarto sebagai Capres.
Lalu PPP secara dini menunjukkan sikap berbeda dengan usung Ganjar dan bisa saja tawarkan Cawapres Sandiaga Uno.
"Kedua, PAN sendiri potensial tawarkan Erick Thohir, dengan demikian, menjaga keutuhan KIB kian sulit," ujar Dedi.
Sedangkan, soal wacana PPP mengajak bergabung ke PDIP juga masih sulit diprediksi.
Selain karena Golkar punya ambisi sekaligus porsi suara yang cukup besar, sehingga akan miliki tawaran politik yang cukup tinggi.
"Juga, karena PAN sejauh ini tidak terlihat miliki kedekatan khusus dengan PDIP, PAN jauh lebih dekat ke Gerindra atau bahkan bergeser ke koalisi Perubahan," terang Dedi. (Tribun Network/ Yuda).