TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah menyesalkan adanya informasi yang menyebut bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bakal mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
Informasi itu sebelumnya dilontarkan mantan Wamenkumham Denny Indrayana.
Dalam informasi yang diterimanya, MK disebut akan memutuskan gugatan terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
Menurut Said, informasi tersebut hanya menimbulkan kegaduhan di publik.
"Kemudian pertanyaannya oh iya bocor, pertanyaan berikutnya benar atau tidak sehingga hanya menimbulkan kegaduhan dan spekulasi yang tidak pada tempatnya, tidak proporsional lah," kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Said merasa bingung lantaran rahasia negara itu bisa bocor oleh Denny Indrayana. Apalagi informasi dibocorkan oleh ahli hukum.
"Saya yang awam bukan ahli hukum kan kebingungan, kalau yang ahli hukum sudah tahu itu dokumen rahasia negara diumumkan ke publik itupun benar dan tidaknya kita kan tidak bisa mengkonfirmasi balik," ucap Ketua Banggar DPR RI itu.
"Yang kita tahu itu rahasia, dokumen negara lah kok bisa bocor," lanjutnya.
Said menambahkan, pernyataan Denny Indrayana itu juga hanya menghabiskan energi, karena yang diucapkan bisa dikatakan sebagai spekulasi.
"Katanya itu Kita suruh taat, suruh menunggu, apapun yang diputuskan kita akan ikut, ya belum diputuskan sudah bikin spekulasi. Yang bikin spekualisi pakar hukum, lah kita kebingungan juga," tandasnya.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif.
Denny menyebut, dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, dikutip Minggu (28/5/2023).
Baca juga: Pastikan ke MK Soal Isu Sistem Pemilu Legislatif, Mahfud: Belum Ada Keputusan Resmi Lusa Baru Sidang
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.
Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.
"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.
"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" tutup Denny.