Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Suamampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menilai Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) merupakan sebuah komitmen untuk mewujudkan pemilu bersih dan antirasuah.
LPSDK ini pun sudah konsisten dipraktekkan bahkan sejak Pemilu 2014. Sehingga ia sangat menyangka langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menghapus LPSDK untuk Pemilu 2024.
"Penghapusan LPSDK di Pemilu dengan alasan tidak diatur dalam UU Pemilu, pasti juga akan berdampak pada LPSDK di Pilkada," kata Titi saat dihubungi, Rabu (31/5/2023).
"LPSDK ini praktek baik yang mestinya menjadi komitmen semua pihak untuk mewujudkan pemilu bersih dan antikorupsi," tambahnya.
Baca juga: Ikuti Perkembangan Zaman, KPU Godok PKPU yang Atur Dana Kampanye Dalam Bentuk Uang Elektronik
Apalagi skor indeks persepsi korupsi Indonesia merosot ke angka 34 sehingga berada pada peringkat 110 dari 180 negara.
"Penghapusan itu juga bisa melemahkan semangat dan gerakan antikorupsi dan pemilu bersih di Indonesia," tambahnya.
Diketahui sebelumnya, Anggota KPU RI Idham Holik menjelaskan alasan dihapusnya LPSDK pada Pemilu 2024 adalah karena tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Noor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Idham menjelaskan LPSDK dihapus karena bersinggungan dengan masa kampanye Pemilu 2024.
KPU beralasan singkatnya masa kampanye mengakibatkan sulitnya menempatkan jadwal penyampaian LPSDK.
Pendeknya masa durasi kampanye justru dirasa Titi jadi alasan peserta pemilu akan ekstra mengeluarkan belanja kampanye untuk penetrasi pemilih.
"Agar di waktu yang sempit bisa optimal mempengaruhi pemilih. Di situ lah krusial dan strategisnya LPSDK karena pemilih tidak harus menunggu sampai babak akhir kampanye melalui LPPD kuntuk mengecek pemasukan dana kampanye calon," tegas Titi.
Sehingga waktu yang sempit mestinya tidak jadi masalah karena UU Pemilu juga mengatur dana kampanye pemilu dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana kampanye pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan partai politik.
"Jadi aktivitas pembukuan memang akan selalu dilakukan peserta pemilu karena merupakan kewajiban melekat bagi mereka. Jadi pelaporan mestinya tidak sulit untuk dilakukan," imbuhnya.
"Sangat mungkin ada peserta yang banyak aktivitas kampanyenya tapi tidak jelas pemasukannya dari mana mengingat harta kekayaannya tidak terlalu besar. Apalagi saat ini, caleg kan juga tidak diharuskan membuat laporan harta kekakayaan," Titi menambahkan.