Dia menduga, ada kekuatan dari pemerintahan yang pengin menjegal atau menggagalkan pencapresan Anies Baswedan melalui penetapan tersangka itu.
"Pentersangkaan adalah salah satu skenario pamungkas Istana untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dala Pilpres 2024," kata Denny.
Bahkan dirinya menyatakan ada seorang anggota DPR RI yang sudah menyampaikan hal demikian.
Hal ini sekaligus kata Denny, makin membuktikan kalau putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK itu akan dijadikan alat untuk politik.
"Makin terbaca, kenapa masa jabatan para pimpinan KPK diperpanjang MK satu tahun. Untuk menyelesaikan tugas memukul lawan-oposisi, dan merangkul kawan-koalisi, sesuai pesanan kuasa status quo," ucap dia.
Atas kondisi ini, Denny menilai kalau cawe-cawe Jokowi terkait dengan Pilpres ini sudah terlalu jauh, dan harus dihentikan.
Dirinya lantas membeberkan 10 poin utama terkait hipotesisnya atas cawe-cawe Jokowi dalam Pilpres mendatang.
Pertama kata dia, di tahap awal, Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu, sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden.
Kedua, masih di tahap awal menurut Denny, segaris dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari dua periode.
"Ketiga, menguasai dan menggunakan KPK untuk merangkul kawan dan memukul lawan politik," ungkapnya.
Selanjutnya, keempat, Jokowi juga disebut Denny menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai political bargaining yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres.
Kelima, jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia beresiko dicopot dari posisinya.
"Keenam, menyiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024," tutur dia.
Ketujuh, Presiden Jokowi juga disebut tidak cukup hanya mendukung pencapresan Ganjar Pranowo, tetapi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto.