Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyayangkan langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang sempat memberikan opsi pilihan ihwal penundaan Pilkada 2024.
"Saya sangat menyayangkan statemen itu keluar dari Bawaslu terkait dengan alasan penundaan pilkada," kata Koordinator Nasional JPPR, Nurlia Dian Paramita saat dihubungi, Jumat (14/7/2023).
Mita, sapaan akrabnya, melihat jika memang penyelenggaraan pilkada berpotensi terjadi gangguan keamanan seperti yang disampaikan Bawaslu, maka harusnya pernyataan tersebut disampaikan oleh aparat kepolisian.
Baca juga: Ketua Bawaslu RI Soal Tunda Pilkada 2024: Enggak Bisa Berkomentar
Pun juga terhadap problem teknis. Seharusnya dorongan demikian muncul dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan jajarannya yang memang melakukan proses teknis penyelenggaraan pilkada.
Lebih lanjut, Mita menekankan skema atau upaya persiapan penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2024 ini sudah didesain jauh-jauh hari melalui UU Pilkada 10/2016 yang telah diubah menjadi UU 6/2020.
Sehingga kondisi yang memungkinkan adanya kendala teknis seperti tahapan yang beririsan dengan pemilu pada dasarnya telah banyak diskursus atau pembahasan yang telah dilakukan.
"Dan dalam konteks penyelenggaraannya kita telah memiliki pengalaman, yaitu dalam penyelenggaraan pilkada 2018 di 171 daerah yang beririsan dengan pelaksanaan tahapan pemilu 2019," jelasnya.
Selain itu, berkaca dari pengalaman isu penundaan pemilu sebelumnya, lanjut Mita, dasarnya publik juga telah menunjukan sikapnya dengan menolak segala upaya penundaan pemilu.
Sebagaimana diketahui, Bawaslu mengusulkan opsi untuk menunda Pilkada 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja merasa potensi permasalahan terbesar dan paling banyak biasanya dalam gelaran Pilkada 2024.
Pilkada 2024 menurutnya sangat rawan dengan berbagai permasalahan, mulai dari pelaksanannya yang mengalami irisan tahapan dengan Pemilu 2024 hingga kesiapan menjaga keamanan dan ketertiban.
"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja dalam keterangannya, Kamis (13/7/2023).
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," sambungnya
Bagja mencontohkan seperti pilkada di Makassar, saat ada gangguan kemanan, maka dapat dilakukan pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain.
Namun Pilkada 2024, menurutnya bakal sulit keadaan serupa untuk diterapkan. Sebab penjagaan akan terfokus di daerah masing-masing.
"Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," tandasnya.
Usulan opsi ini disampaikan Bagja dalam Rapat Koordinasi Kementrian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Dalam rapat itu Bagja menjelaskan potensi permasalahan dalam gelaran Pemilu Serentak 2024 dan Pemilihan (Pilkada) Serentak 2024. Dia menuturkan potensi permasalahan pada tiga aspek, yakni dari penyelenggara; peserta pemilu (pemilihan); dan pemilih.