News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Akademisi: KPU Harus Atur Soal Transparansi dan Akuntabilitas Penggunaan Dana Kampanye untuk Buzzer

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dosen hukum pemilu Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini. Titi mengatakan hal yang dibutuhkan dari reformasi kampanye adalah pengaturan yang jelas terkait buzzer atau pendengung politik yang kian ramai menjelang pemilu.

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen hukum pemilu Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengatakan hal yang dibutuhkan dari reformasi kampanye adalah pengaturan yang jelas terkait buzzer atau pendengung politik yang kian ramai menjelang pemilu.

Sejauh ini, Titi menuturkan belum ada aturan yang mengatur soal transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana kampanye oleh peserta pemilu untuk membiayai buzzer.

Baca juga: Mahfud MD: Untuk Pemilu yang Damai, Kita Harus Peka dan Sigap Atasi Indikasi Kerawanan

"Karena buzzer itu kan sering menyatakan bahwa dia adalah gerakan organik masyarakat, tapi ternyata terafiliasi dan pendanaannya tidak transparan," kata Titi dalam dalam kegiatan Senandung Pemilu Damai yang diadakan oleh Kemenko Polhukam, dikutip Rabu (19/7/2023).

"Nah, itu yang harusnya dikejar, transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana yang dipakai untuk membiayai buzzer. Terus terang saja buzzer itu tidak gratisan, ternyata dalam banyak riset membuktikan ada afiliasi dengan gerakan politik tertentu," sambungnya.

Baca juga: Mahfud MD Akui Tidak Mudah Mengidentifikasi Buzzer di Media Sosial

Satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membuat Peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye yang mengatur soal buzzer.

"Salah satu yg bisa dilakukan adalah PKPU tentang kampanye bisa mengatur soal buzzer dan menagih akuntabilitas buzzer," jelas Dewan Pengawas Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu.

"Karena memang itu persoalan kita, dia bekerja untuk pemenangan satu kelompok politik tapi tidak bisa diakses akuntabilitas pendanaannya. Itu masalah besar," Titi menambahkan.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengakui tidak mudah untuk mengidentifikasi buzzer di media sosial.

Selain itu, menurutnya sulit juga untuk membuktikan buzzer-buzzer diorganisir dan dibiayai oleh pihak-pihak tertentu.

"Tentang buzzer itu kan sulit diidentifikasi ya. Kadang kala setiap orang menjadi buzzer untuk siapapun. Kadangkala A menjadi buzzer untuk nyerang B, besoknya sudah nyerang si C, dan itu silang. Jadi itu kalau itu semuanya dilarang, itu bisa ribuan, setiap hari orang disebut buzzer," kata Mahfud usai acara Senandung Pemilu Damai di Hotel Fairmont Jakarta pada Selasa (18/7/2023).

Baca juga: NasDem Puji Anies dan Puan Bertemu di Tanah Suci: Semuanya Bagus, yang Tidak Bagus Perilaku Buzzer

"Yang disebut buzzer resmi yang katanya dibayar itu, itu selalu katanya-katanya, ketika ditanya siapa yang bayar, siapa yang mengorganisir, tidak ada yang bisa membuktikan juga," sambung dia.

Tidak hanya itu, menurutnya apabila buzzer-buzzer tersebut dicari maka bisa muncul anggapan pemerintah mau membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Bahkan, kata dia, pemerintah berpotensi untuk dituntut secara hukum apabila melakukan langkah tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini