Laporan Wartawan Tribunews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAWA BARAT - Proses penghitungan suara dua panel yang hendak diterapkan pada Pemilu 2024 mendatang disebut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) rawan bagi lembaga pemantau itu sendiri.
"Ya itu rawan bagi pengawas pemilu, walaupun apakah tidak bisa diantisipasi, ya bisa saja tapi itu tadi kami bisa kerja sama dengan yang lain," kata Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty kepada awak media di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (5/8/2023).
Namun, langkah kerja sama dengan pihak lain yang bukan merupakan bagian dari lembaga pemantau inilah yang justru menambah kerawanan.
Mengingat saat proses penghitungan suara nanti, akan ada banyak ragam formulir hasil pencoblosan yang harus diawasi dan dicatat.
"Tapi kan berbeda ketika pengawas pemilu sendiri yang melakukan pengawasan, karena kami punya form a hasil pengawasan, laporan hasil pengawasan, inilah yang dalam selisih hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi, biasanya menjadi informasi petting sebagai pihak terkait di Bawaslu," jelas Lolly.
"Kalau lalu lalu kami tidak bisa ajek atau sepenuhnya melalukan pengawasan, ini juga pasti akan berdampak terhadap kualitas hasil kerja pengawasan," tambahnya.
Di satu sisi, Bawaslu juga tak bisa langsung menambahkan jumlah pengawasnya di TPS karena terikat dengan aturan Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu.
"Kami boleh enggak mengajukan PTPS supaya dikasih dia mumpung ada waktu? Enggak bisa karena UU 7 mengaturnya cuma satu," Lolly menjelaskan.
Sehingga, sampai saat ini, Bawaslu masih terus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dengan mengusulkan penambahan staf bawah kendali operasi (BKO) saat proses penghitungan suara.
"Sejauh ini kami sedang berkoordinasi dengan teman-teman berkenaan dengan usulan untuk menambah staff i tingkat kecamatan yang nanti pada hari h bisa di-BKO-an untuk melakukan kerja pengawasan sehingga tidak melanggar undang-undang," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Divisi Teknis dan Penyelenggara Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Idham Holik, menjelaskan metode dua panel ini untuk memperpendek durasi penghitungan suara yang dilakukan oleh kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
Metode dua panel ini sudah masuk dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Hasil Pemilu Serentak 2024 yang di mana dalam waktu dekat akan dilakukan uji publik oleh KPU.
Dalam metode yang tengah digodok dalam PKPU ini bakal menghasilkan adanya dua panel di TPS, yakin: panel A untuk pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu DPD RI, kemudian panel B untuk pemilu anggota DPR dan anggota DPRD kabupaten/kota.
Menurut catatan KPU, terdapat 894 Petugas Pemungutan Suara (PPS) meninggal dan 5.175 orang sakit selama melaksanakan pemungutan suara Pemilu 2019.
Beban kerja Pemilu 2019 yang cukup besar dinilai menjadi faktor penyebab berjatuhannya petugas pemilihan di lapangan.