TRIBUNNES.COM - Pengamat politik Bawono Kumoro memberikan analisisnya terkait penyebab membesarnya suara pemilih Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019 yang dukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Menurutnya, keberhasilan Prabowo merebut suara pemilih Jokowi adalah sebagai bukti pandangan positif elite politik dan publik kepada capres dari Partai Gerindra tersebut.
Prabowo dianggap sebagai figur paling cocok dalam melanjutkan program-program kebijakan Jokowi.
"(Ini) juga terbentuk dari sikap dukungan secara langsung dari Presiden Joko Widodo sendiri.
Dalam berbagai kesempatan Presiden Jokowi juga kerapkali mempromosikan Menteri Pertahanan tersebut sebagai calon presiden potensial dalam pemilihan presiden mendatang," ucap Bawono kepada Tribunnews.com, Rabu (23/8/2023).
Bawono lebih lanjut membeberkan dampak endorse politik dari Jokowi kepada Prabowo.
Baca juga: Iwan Bule Tegaskan Tidak Ada Politik Adu Domba di saat Budiman Sudjatmiko Mendukung Prabowo
Ia menilai, dukukan Jokowi membuat Prabowo diasosiasikan sebagai bakal calon presiden yang direstui oleh Presiden.
"Meskipun di Pilpres 2014 dan 2019 keduanya pernah menjadi rival, tapi Prabowo telah membuktikan kinerja dan dedikasi tinggi selama menjadi menteri pertahanan di dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo - Maruf Amin," imbuh Bawono.
Peneliti dari lembaga survei Indikator Politik Indonesia ini melanjutkan penjelasannya.
Ia menegaskan, temuan membesarnya suara pemilih Jokowi di yang dukung Prabowo harus segera disikapi oleh PDI-Perjuangan.
Seperti diketahui sebelumnya, Jokowi merupakan kader partai berlogo kepala banteng itu.
PDI-Perjuangan telah mendapuk Ganjar Pranowo sebagai cawapres di tahun depan.
Sehingga, Prabowo yang rebut suara pemilih Jokowi merugikan untuk partai pengusung Ganjar.
"Hal ini tentu saja merupakan kabar kurang baik bagi PDI Perjuangan karena basis suara pemilih Presiden Joko Widodo notabene merupakan kader PDI Perjuangan tidak otomatis mengalir secara solid kepada Ganjar Pranowo, bakal capres PDI-Perjuangan," katanya.
Baca juga: Ridwan Kamil Puncaki Hasil Survei Litbang Kompas: Cawapres Potensial Dampingi Prabowo?
Hasil survei
Bawono menguraikan temuan dari Indikator Politik Indonesia terkait hal ini.
"Di survei periode April 2023 masih 24,6 persen basis pemilih dari Joko Widodo - Maruf Amin mendukung Prabowo Subianto, tetapi di survei periode bulan Juni 2023 telah mencapai 28,5 persen,"
"Tidak dapat dimungkiri memang sosok Prabowo Subianto saat ini tengah memperoleh atensi luas dari publik dan juga elite politik dalam beberapa bulan terakhir ini sebagai bakal capres memiliki peluang untuk terpilih di Pemilu 2024 mendatang," tandas Bawono.
Sementara itu, Litbang Kompas merilis temuan di survei terbarunya.
Didapati adanya perebutan dalam menarik suara Pemilu 2019 yang memilih Jokowi, antara Ganjar Pranowo dengan Prabowo Subianto.
Ganjar memang masih mendapatkan aliran suara terbesar pemilih Jokowi, yakni 63,6 persen, jika Ganjar hanya berhadapan dengan Prabowo
Namun, suara pemilih Jokowi yang bermigrasi ke Prabowo cenderung membesar dalam catatan survei Litbang Kompas.
Sejak Januari 2023, setidaknya angka tersebut terus mengalami penambahan.
Baca juga: Dukungan Golkar dan PAN Dinilai Perkuat Positioning Prabowo Sebagai Capres
Pada Januari 2023 masih di angka 27,7 persen, kemudian menjadi 33,9 persen pada Mei dan kini naik ke angka 36,4 persen.
Litbang Kompas juga mengungkap suara pemilih Prabowo di 2019 masih konsisten. Angkanya juga terus mengalami peningkatan.
Pemilih pada 2019 yang mencoblos Prabowo terlihat semakin solid untuk kembali memilih Prabowo dalam pemilu 2024.
Pada Januari lalu, mereka yang kembali memilih Prabowo berada di angka 72,5 persen, lalu naik menjadi 79,3 persen, dan kali ini telah mencapai 85,7 persen.
Survei ini dilakukan secara periodik melalui wawancara tatap muka yang dimulai 27 Juli hingga 7 Agustus 2023.
Responden dalam survei sebanyak 1.364 yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan bertingkat di 38 provinsi se-Indonesia.
Adapun tingkat kepercayaannya 95 persen dengan margin of error ± 2,65 persen. Kesalahan di luar pemilihan sampel mungkin terjadi.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)