Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Suamampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang perdana pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Sidang ini atas perkara Nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023 berlangsung di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (4/9/2023).
Baca juga: Bawaslu Dorong KPU Revisi PKPU Kampanye di Tempat Pendidikan dan Fasilitas Pemerintah
Perkara ini diadukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Pihaknya mengadukan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan enam anggota KPU lainnya, yaitu: Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
Para Teradu didalilkan membatasi tugas pengawasan Bawaslu selaku teradu yang berkaitan dengan pembatasan akses data dan dokumen pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
"Serta pembatasan pengawasan melekat pada Bawaslu berkaitan dengan jumlah personel dan durasi pengawasan," sebagaimana dikutip dari keterangan resmi DKPP.
Selain itu, KPU juga didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.
Dalam sidang kali ini seluruh teradu turut hadir.
Baca juga: Mengadu ke DKPP, Masyarakat Sipil Desak Ketua dan Anggota KPU Dicopot Karena Bekerja Tak Sesuai UU
Sementara itu dari pihak Bawaslu hadir Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja serta anggota Lolly Suhenty dan Totok Hariyono.
Sebelumnya, Bawaslu sudah empat kali menyurati KPU untuk diberi penjelasan soal kenapa pihaknya belum mendapatkan akses Silon secara penuh, tapi tak kunjung dibalas.
Terbaru, surat itu sudah dibalas KPU. Namun Bawaslu masih belum membeberkan isi surat balasan tersebut.
Sebagai informasi, Silon memang jadi keluhan bagi Bawaslu.
Lantaran, sebagai pengawas penyelenggara pemilu, Bawaslu masih mendapat akses yang terbatas sama seperti halnya parpol peserta pemilu.
"Aksesnya 15 menit masuk, 15 menit keluar, sama seperti parpol. Akses gimana pertanyaannya itu kita awasi," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Senin (12/6/2023).
Lebih lanjut, Bawaslu bakal kesusahan dalam mengumpulkan bukti jika ada indikasi kecurangan. Sebab, dalam akses Silon yang sebentar itu, Bawaslu hanya diperbolehkan untuk melihat saja.
Pihaknya dilarang untuk misalnya mengambil gambar atau melakukan proses tangkap layar terhadap data Silon yang terindikasi palsu.
"Anda boleh melihat tapi tidak boleh mengambil foto. Kalau ada indikasi ijazah palsu, cuma lihat begini saja, gimana alat bukti yang mau disampaikan," tuturnya.