TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Acara Ngariung 1000 Alumni ITB Ngariung Bersama Bacapres Anies Baswedan berlangsung meriah di Bandung, Jawa Barat, Minggu (1/10/2023).
Dalam kesempatan itu, Anies mengemukakan keyakinan bahwa ilmu pengetahuan dan metode ilmiah harus menjadi guidance (panduan, red) dalam mengambil keputusan di hadapan seribuan alumni dan akademisi ITB yang hadir.
“Kita mengalami pembelajaran dahsyat untuk percaya sains dan metode ilmiah. Ujiannya bukan pada saat normal. Ujiannya pada saat krisis pandemi Covid-19 terungkap siapa pemimpin menggunakan ilmu pengetahuan dan siapa tidak pakai pengetahuan. Dan itu ujian pemimpin sedunia, bukan cuma di Indonesia,” terang dia.
Pada saat pandemi, ujar Anies, ujian bagi semua pemimpin apakah dia mempercayai sains atau sekadar lips service soal sains.
Baca juga: Ini Rekam Jejak Gerakan Anies Baswedan Bersama Anak Muda
"Karena saat itulah kebijakan-kebijakan disusun berdasarkan referensi pada ilmuwan. Metode ilmiah dan sebagian dari itu, harus berhadapan dengan ignorance. Ketidaktahuan. Dan itu lawannya terdidik. Di situ kita harus mengambil keputusan, bagaimana keputusan tidak populer saintifik atau populer tapi ignorance,” ujar Anies.
"Kami di Jakarta mengalami, karena kami memakai ilmu pengetahuan untuk mengambil keputusan. Ketika itu amat tidak populer. Dan kami sering harus berhadapan dengan pemegang otoritas lebih tinggi, tapi tidak pakai ilmu pengetahuan,” papar Gubernur DKI Jakarta 2017-2022.
Kejadian pandemi, terang dia, adalah suatu wake-up call untuk mengembalikan ilmu pengetahuan dan metode ilmiah menjadi kompas pengambilan keputusan.
Baca juga: Anies: Kita Harus Kembalikan Ilmu dan Sains sebagai Rujukan Pengambilan Keputusan
“Kebijakan itu tidak disusun berdasarkan selera pemegang kewenangan. Tidak bisa. Kebijakan bukan soal selera. Kebijakan bicara bagaimana kita memahami masalah, bagaimana kita mengindetifikasi prioritas atas masalah dan cara apa untuk menyelesaikan masalah. Pendekatannya induktif dan deduktif. Kita harus eklektik (memilih yang terbaik dari berbagai sumber), bukan cuma salah satu. Ini memerlukan keterbukaan pikiran. Membutuhkan kemauan untuk mendengar. Bahasa resminya mengedepankan teknokrasi,” terang Anies. (*)