Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkapkan, ada banyak pihak yang kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat batas usia capres-cawapres yang boleh di bawah 40 tahun, asalkan berpengalaman menjadi kepala daerah.
Para pihak yang kecewa, menurut Hasto, seperti para ahli hukum tata negara hingga kelompok pro demokrasi.
Hal itu disampaikannya saat dimintai tanggapan soal putusan MK tersebut.
"Banyak di antara mereka yang menyayangkan keputusan bahwa MK seharusnya menjadi benteng demokrasi, benteng konstitusi dan keputusan tersebut menguji apakah UU Pemilu presiden dan wakil presiden tersebut bertentangan dengan konstitusi atau tidak. Ini yang seharusnya yang paling penting," kata Hasto saat ditemui di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Presiden, di Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta, Senin (16/10/2023) malam.
Hasto pun tak menampik bila klausul 'pernah atau sedang menjadi kepala daerah' yang dimasukkan dalam putusan MK tersebut berpotensi menimbulkan kontroversi. Apalagi, putusan itu dinyatakan final and binding untuk dilaksanakan pada Pemilu 2024.
Padahal, menurut politisi asal Yogyakarta itu, semestinya putusan MK baru bisa efektif apabila telah dijabarkan dalam Undang-Undang Pemilu yang sudah direvisi.
"Sehingga dari pendapat para pakar yang disuarakan ke publik menyatakan bahwa keputusan tersebut harus ditindaklanjuti melalui perubahan UU Pemilu presiden dan wakil presiden," ungkap Hasto.
"Selama perubahan UU itu tidak dilakukan, maka otomatis keputusan tersebut belum efektif sebagai hukum," jelas dia.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Hal ini berarti kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian" kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Senin (16/10).
Dalam pertimbangannya MK melihat batas usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945.
MK juga menegaskan, dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih dan seharusnya juga hak untuk dipilih.