TRIBUNNEWS.COM - Hakim Konstitusi Saldi Isra menyampaikan perbedaan pandangan atau dissenting opinion atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023.
MK dalam putusannya mengabulkan soal kepala daerah bisa menjadi capres-cawapres 2024 meski belum berusia 40 tahun.
Saldi Isra mengaku khawatir putusan MK ini justru menjadi boomerang bagi mahkamah yang disebut masuk dalam jebakan politik.
Sebab, gugatan terkait syarat pemilihan presiden itu termasuk dalam open legal policy atau kebijakan hukum terbuka, yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.
"Jika pendekatan dalam memutus perkara sejenis seperti ini terus dilakukan, saya sangat sangat-sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions," kata Saldi di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023) dikutip dari YouTube MK.
Saldi mengatakan, keputusan itu pada akhirnya akan mendegradasi kepercayan publik terhadap lembaga yudikatif ini.
Baca juga: Jelang Pendaftaran Capres-Cawapres, Elit Parpol Koalisi Indonesia Maju Bertemu di Rumah Prabowo
"Yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah," katanya.
Saldi tak menampik bahwa MK sering memberikan pertimbangan opened legal policy terhadap permasalahan yang tidak diatur secara eksplisit di dalam konstitusi.
Namun, kata Saldi, MK tak memutus sendiri, tetapi justru menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan keputusan tersebut.
Oleh karena itu, kata dia, MK sudah seharusnya berpegang teguh pada pendekatan tersebut.
"Sebagaimana terlihat dari ketidakkonsistenan pendapat sebagian hakim yang berubah seketika dalam menjawab pokok permasalahan dalam beberapa permohonan yang serupa seperti diuraikan di atas," kata Saldi.
Saldi: Mahkamah Berubah Pendirian dalam Sekejap
Saldi Isra mengaku merasa heran dengan pertimbangan dan keputusan hakim MK.
Menurutnya, putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman itu merupakan suatu putusan yang aneh dan tidak masuk akal.
"Baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. "
"Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," kata Saldi.
Saldi merujuk pada tiga perkara sebelumnya yang berkaitan dengan gugatan usia capres-cawapres.
Di mana dalam tiga perkara tersebut, hakim konstitusi menyatakan menolak gugatan tersebut.
"Sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU- XXI/2023), Mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang untuk mengubahnya," katanya.
Dari putusan perkara tersebut, seharusnya menutup kemungkinan ruang kewenangan MK untuk memutusa perkara dalam hal ini soal gugatan usia capres-cawapres.
Sebab, kewenangan itu dilakukan oleh pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR RI dan Presiden.
Dirinya juga menyoroti soal terjadinya perubahan tersebut yang terjadi dalam waktu singkat.
"Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari," katanya.
MK Kabulkan Gugatan Kepala Daerah di Bawah 40 Tahun Bisa Maju Pilpres
MK mengabulkan enam dari tujuh perkara gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gugatan yang dikabulkan adalah perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas.
MK mengabulkan sebagian gugatan terkait batas usia capres-cawapres yang dilayangkan Almas.
Pada petitum gugatannya, Almas meminta agar kepala daerah yang belum berusia 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai capres-cawapres.
Ia juga meminta berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah bisa jadi capres.
Dengan petitum tersebut, MK pun mengabulkan sebagian permohonan dari Almas.
Putusan ini berlaku mulai Pilpres 2024.
Baca juga: Denny Indrayana: Prediksi Saya Benar, Putusan MK Muluskan Jalan Gibran Jadi Cawapres di Pilpres 2024
"Mengabulkan permohonan untuk sebagian," kata Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang pleno putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin (16/10/2023) dikutip dari YouTube MK.
MK memutuskan bahwa syarat capres-cawapres adalah berusia 40 tahun atau kepala daerah yang sedang atau pernah dipilih lewat pemilihan umum (Pemilu).
Dalam penjelasannya, MK membandingkan syarat usia capres saat ini yaitu 40 tahun, syarat usia gubernur 35 tahun dan syarat usia calon bupati/wali kota berusia 25 tahun, serta caleg berusia minimal 21 tahun.
MK menilai aturan semacam ini tidak selaras dengan semangat konstitusi.
"MK berpendapat kepala daerah layak berpartisipasi dalam kontestasi dalam Pemilu meskipun berusia 40 tahun," ujar hakim MK, Guntur Hamzah.
Hamzah berpendapat bahwa pembatasan usia minimal capres-cawapres 40 tahun bisa berpotensi untuk menghalangi kalangan anak muda menjadi pemimpin negara.
Selain itu, sambungnya, syarat semacam itu turut menimbulkan ketidakadilan dalam konteks Pilpres.
(Tribunnews.com/Milani Resti)