TRIBUNNEWS.COM - Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) pada pemilu tahun 2024.
Ketua Umum DPP KNPI, Muhammad Ryano Panjaitan, menyatakan banyak anggota KNPI yang juga menjabat sebagai kepala daerah, sehingga peluang bagi Gibran Rakabumi Raka untuk menjadi cawapres menjadi lebih terbuka.
Seperti diberitakan, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres-cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut keputusan tersebut, seseorang yang belum berusia 40 tahun tetap dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau dalam jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Baca juga: Menanti Langkah Politik Gibran Pasca Putusan MK, Jalan Kekuasaan atau Kenegarawanan?
Putusan ini akan berlaku pada Pemilu tanggal 14 Februari 2024.
MK berpendapat pembatasan usia minimal capres-cawapres 40 tahun memiliki potensi untuk menghalangi generasi muda memimpin negara.
Mereka menyatakan bahwa pembatasan usia tanpa syarat alternatif yang setara merupakan bentuk ketidakadilan yang tidak dapat diterima dalam konteks pemilihan presiden dan wakil presiden.
Gugatan ini diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
Robohkan Stigma Lama
Terkait hal tersebut, Ryano menjelaskan, tradisi panjang dalam politik Indonesia menunjukkan, usia seringkali menjadi kriteria utama dalam menilai seorang pemimpin.
Pemimpin yang lebih tua, kata dia, sering dianggap memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup untuk memimpin, sementara pemuda sering dianggap perlu menunggu giliran mereka.
"Namun, pandangan ini semakin dipertanyakan oleh sejumlah tokoh dan pemuda yang telah membuktikan bahwa kepemimpinan dapat
datang dari berbagai kelompok usia," kata dia, dikutip Selasa (17/10/2023).
Menurut dia, keputusan MK ini tidak hanya merobohkan stigma bahwa pemuda tidak dapat memimpin, tetapi juga membuka peluang bagi generasi muda untuk terlibat aktif dalam proses politik.
Pemuda, yang sebelumnya mungkin merasa terbatas oleh batasan usia tersebut, kini merasa dihargai dan diakui sebagai agen perubahan.