News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Denny Indrayana Beberkan Kecacatan Putusan MK hingga Potensi Dimakzulkannya Gibran Jika Terpilih

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana (kiri) dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat bersidang (kanan). Denny Indrayana menilai putusan perkara nomor 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya ia berpandangan Tidak Sah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres-cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Menurut keputusan tersebut, seseorang yang belum berusia 40 tahun tetap dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau dalam jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Hingga saat ini putusan MK tersebut masih menimbulkan polemik. Banyak kalangan yang menilai putusan itu tak sesuai dengan semangat demokrasi.

Baca juga: Ketua Mahkamah Konstitusi Didesak Segera Sahkan Majelis Kehormatan MK

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana menilai putusan perkara nomor 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya ia berpandangan Tidak Sah.

Denny memiliki argumentasi hukum dalam menyampaikan kesimpulan tersebut. Menurutnya, adalah benar, bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, diatur ”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhiryang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar”. Karena itu, tidak ada upaya hukum apapun atas putusan Mahkamah Konstitusi. Dia langsung final dan langsung berlaku (final and binding).

"Meskipun bersifat final dan langsung berlaku, putusan MK tetap memungkinkan dinyatakan ”tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum” dalam hal putusan MK ”tidak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum” (lihat Pasal 28 ayat (5) dan (6) Undang-Undang MK). Lebih jauh, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 (UU Kekuasaan Kehakiman) menegaskan akibat hukumnya adalah ”putusan batal demi hukum”," kata Denny dikutip dari laman pribadinya, Rabu (18/10/2023).

Baca juga: Pengamat Nilai Putusan MK Hanya Kepentingan Penguasa

Lebih jauh, masih terkait konsep tidak sahnya suatu putusan pengadilan, selain karena tidak dibacakan di hadapan yang terbuka untuk umum, juga karena hakim tidak mundur dalam penanganan perkara dimana sang hakim mempunyai benturan kepentingan.

Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa ”seorang hakim … wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa”. Akibat dari tidak mundurnya hakim yang mempunyai benturan kepentingan tersebut adalah, ”…putusan dinyatakan tidak sah” (lihat Pasal 17 ayat (5) dan (6) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman).

Karena MK berdasarkan Pasal 24A ayat (2) UUD 1945 secara tegas dinyatakan sebagai kekuasaan kehakiman, maka ketentuan ketidakabsahan putusan yang diatur di dalam UU Kekuasaan Kehakiman tersebut, juga berlaku dan mengikat Mahkamah Konstitusi.

"Bahwasanya hakim konstitusi harus mundur jika ada benturan kepentingan dalam penanganan perkara yang terkait keluarganya, juga diatur secara tegas di dalam Peraturan Mahkamah Nomor 9 Tahun 2006, khususnya dalam Prinsip Kedua Ketakberpihakan, butir 5 huruf b, yang mengatur: Hakim konstitusi … harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara … karena alasan-alasan di bawah ini: b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan," paparnya.

Masih kata Denny, mengacu pada kewajiban hakim harus mengundurkan diri jika perkara yang ditanganinya ada benturan kepentingan dengan dirinya—sebagaimana di atur dalam UU Kekuasaan Kehakiman, serta keharusan mengundurkan diri dari menangani perkara yang terkait dengan kepentingan langsung keluarganya sebagaimana diatur dalam Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, maka dengan penafsiran gramatikal dan sistematis, dapat disimpulkan tidak mundurnya seorang hakim konstitusi dari suatu perkara ketika ada benturan kepentingan yang terkait dengan kepentingan langsung keluarganya terhadap putusan, akan membawa konsekwensi hukum bahwa putusan MK yang demikian menjadi Tidak Sah.

"Pandangan dan pendapat saya, jelas dan terang-benderang bahwa penanganan Putusan 90 seharusnya tidak diperiksa, diadili, apalagi diputus oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan keluarga dari Gibran Rakabuming Raka. Terlebih dalam Putusan 90, Pemohon secara jelas mendasarkan argumentasinya pada kekaguman dan klaim prestasi Gibran Rakabuming Raka (lihat butir 9, 16, dan 20 Permohonan). Maka, meskipun Gibran ataupun Jokowi tidak menjadi Pemohon, tetapi berdasarkan penalaran yang logis, sehat, dan wajar, maka Putusan 90 mempunyai dampak langsung atas peluang Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024," tegasnya.

Baca juga: Ikrar: Keputusan MK Soal Usia Capres dan Cawapres Tragedi bagi Demokrasi

"Sebagai bentuk konkrit pendapat tersebut, saya pada 27 Agustus 2023 lalu telah secara resmi mengajukan pengaduan dugaan pelanggaran etik oleh Ketua MK Anwar Usman karena tidak mundur dari memangani perkara terkait syarat umur capres-cawapres tersebut. Surat pengaduan itu, dengan segala argumentasinya, dengan ini saya lampirkan kembali dalam pendapat hukum ini. Sayangnya, hingga kini, pengaduan tersebut tidak juga mendapatkan tanggapan apalagi diperiksa. Sekali lagi, seharusnya dengan logika hukum yang logis, sehat, dan wajar, karena adanya benturan kepentingan tersebut, Ketua MK Anwar Usman sewajibnya mundur dari penanganan semua perkara syarat umur capres-cawapres," ujarya.

Sehingga, karena Putusan 90 diperiksa, diadili, dan diputuskan pula oleh Ketua MK Anwar Usman, yang nyata-nyata mempunyai benturan kepentingan, yang tidak mengundurkan diri atas perkara yang terkait langsung dengan kepentingan kakak iparnya Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka, maka konsekwensi hukumnya kata Denny putusan perkara nomor 90 harus dinyatakan Tidak Sah.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini