News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Soal Putusan MK Kabulkan Batas Usia Capres-cawapres Dinilai Ubah Dinamika Politik di Indonesia

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstiusi (MK), Jakarta, Senin (16/10/2023). Mahkamah Konstitusi menolak gugatan batas usia capres-cawapres menjadi minimal 35 tahun dengan dua hakim yang berbeda pendapat atau dissenting opinion yakni Suhartoyo dan Guntur Hamzah. Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan keputusan yang mengubah dan mengguncangkan dinamika politik Indonesia.

Adapun hal itu terkait putusan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut mengenai batasan usia calon presiden dengan penambahan norma berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Keputusan tersebut memunculkan perdebatan sengit terkait perkembangan dinasti politik di Indonesia. Dinasti politik, yang merujuk pada praktik mewariskan kekuasaan politik kepada anggota keluarga atau keturunan pejabat yang telah menduduki jabatan politik sebelumnya, menjadi isu kritis yang berpengaruh terhadap masa depan demokrasi Indonesia," kata Pangi dalam keterangannya Jumat (20/10/2023).

Pangi menilai praktik politik dinasti sudah menjadi kebiasaan buruk para politisi yang menjadi ancaman serius terhadap penurunan kualitas demokrasi itu sendiri.

"Hal ini senada dengan persepsi publik yang tergambar dalam survei Voxpol center dimana mayoritas responden (69,3 persen) tidak setuju adanya praktik politik dinasti," kata Pangi.

"Sementara mayoritas lainnya (67,9%) percaya bahwa praktik semacam ini dapat merusak kualitas demokrasi. Bahkan, sebanyak 74,8% responden mendukung adanya regulasi yang membatasi praktik politik dinasti," sambungnya.

Pangi juga menilai putusan MK tersebut seolah mengabaikan nuansa kebatinan publik.

"Serta lebih mementingkan hasrat kekuasaan yang akan menyeret MK dalam pusaran politik destruktif secara internal maupun demokrasi di Indonesia secara keseluruhan," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini