TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 16 akademisi hukum yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terkait dugaan pelanggaran etik.
Kuasa Hukum para Pelapor, Arif Maulana mengatakan, hal ini merupakan tugas berat bagi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), yang baru dilantik MK, beberapa waktu lalu.
Ia menilai, sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim yang masuk juga menjadi ujian integritas bagi para hakim yang dipilih mengisi jabatan di MKMK.
"Sebetulnya ada tugas berat yang tidak mudah bagi para majelis hakim yang kemudian ditunjuk oleh MK hari ini," ucap Arif, di Jakarta, Jumat (27/10/2023).
"Ya ini ujian integritas mereka, ujian kenegarawanan mereka," sambungnya.
Sebab, kata Arif, hal ini merupakan tantangan bangsa terkait penegakan konstitusi di Indonesia.
"Ini juga tantangan bangsa ini yang harus dijawab, persoalan berat yang kita hadapi saat ini ketika ada situasi di mana penjaga konstitusi justru malah menjadi penjegal konstitusi, dugaannya kan demikian ya. Ini harus kemudian diputuskan (MKMK)," ucapnya.
Lebih lanjut, Arief berharap publik dapat mengawal putusan MKMK nantinya terkait pelaporan ini.
"Saya pikir supaya kita bisa mengawal putusan ini dengan harapan lahir putusan yang bisa melegakan seluruh harapan masyarakat Indonesia, harapan kita semua, tegaknya hak asasi demokrasi di negeri ini," ungkap Arif.
"Ya, apalagi yang kita pegang kalau bukan kita jaga konstitusi kita, kita jaga demokrasi kita. Itu yang saya kira penting untuk saya sampaikan juga, untuk mengawal, betul-betul kita kawal kasus ini," tuturnya.
Baca juga: Jimmy Pastikan Sidang MKMK Terbuka Sebagai Wujud Tanggung Jawab Kepada Publik
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc. Di antaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut mengatur soal syarat batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.