Masinton berharap fraksi-fraksi lain di DPR mendukung usulan hak angket terhadap lembaga penegak konstitusi itu.
"Kita harapkan beberapa teman-teman ya, mendukung usulan ini. Karena kita punya semangat yang sama untuk menegakkan konstitusi dan Undang-undang ini secara baik dan benar," ujarnya.
Menurutnya, semua lembaga negara yang melaksanakan undang-undang bisa menjadi objek angket.
"Iya kan. Kita kan tidak masuk kepada kewenangan yudisial-nya, gitu lho," ungkap Masinton.
Adapun usulan Masinton disampaikan dalam rapat paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/10/2023) kemarin.
Masinton menilai terjadi tragedi konstitusi setelah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres.
"Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi," kata Masinton.
Dia menegaskan konstitusi harus berdiri tegak, tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit.
Masinton menjelaskan dirinya bersuara bukan atas kepentingan pasangan capres dan cawapres 2024.
"Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," ucapnya.
Dia menambahkan putusan MK tersebut tidak berdasarkan kepentingan konstitusi, namun dianggap putusan kaum tirani.
"Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani saudara-saudara. Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak," jelas Masinton.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc. Di antaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.