News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Wawancara Khusus dengan Sekjen Gelora Mahfudz Siddiq: Gibran Pemecah Kebuntuan Politik

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekjen Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq (kiri) saat diwawancarai secara khusus oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra (kanan) di Studio Tribunnews, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Dalam wawancaranya, Mahfudz Siddiq memaparkan mengenai respons positif kelompok muda ketika Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka didukung sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi bakal calon presiden Prabowo Subianto. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN

Dalam pertemuan pertama itu kami sowan kepada beliau bahwa kami ingin mendirikan parpol karena kami ingin beliau mendengar langsung apa itu Partai Gelora. Alasan pendiriannya, tujuannya dan apa yang membedakan Partai Gelora dari kepimimpinan sebelumnya.

Pertemuan pertama itulah yang sebenarnya menjadi pijakan awal untuk nanti sampai ke pertanyaan tadi. Di dalam pertemuan itu ada satu ide bahwa Pemilu 2019 sebenarnya kelanjutan dari Pemilu 2014 dan ditengahnya kan ada peristiwa Pilkada DKI 2017.

Ada satu situasi yang kami catat betul yaitu terjadi dan berkembangnya pembelahan di masyarakat ya kan gontok-gontokan cebong dan kampret yang nggak pernah istirahat gitu ya terus saja ribut.

Waktu itu saya mengatakan begini ada satu situasi politik yang trendnya ini mengarah kepada krisis dan bisa berkembang menjadi konflik.

Indonesia ini setelah melewati dua pemilu dan satu pilkada DKI ada situasi pembelahan ini yang belum selesai dan melebar. Nah dibutuhkan satu upaya rekonsiliasi politik nasional yang termasuk konsolidasi elite. Kami tidak menyangka karena beliau sangat antusias dengan ide itu.

Walaupun kami yakin bahwa kami ini bukan satu-satunya orang yang mengusulkan atau menginspirasi design dalam konsolidasi elite nasional ini.

Konsolidasi elite ini pasca pemilu yang kedua Pak Jokowi, uni kekuatan-kekuatan lawan khususnya Pak Prabowo itu yang kami dorong.

Kalau Pak Prabowo masuk dalam kabinet bahkan parta-partai pendukung lainnya juga dibawa ke kabinet ini saya yakin menyelesaikan pembelahan.

Presiden dilantik 20 Oktober 2019, kabinet dibentuk alhamdulillah Pak Prabowo masuk sebagai anggota kabinet bersama Pak Sandiaga Uni masuk di dalamnya persendian artinya langkah awal rekonsiliasi dan konsolidasi elite dilakukan oleh Pak Presiden Jokowi.

Kemudian setelah itu ada empat kali pertemuan lanjutan sampai menjelang pendaftaran capres-cawapres di KPU kemarin. Terakhir itu kami bertemu dengan Pak Presiden di bulan Juni 2023. Saat itu kami melihat beliau punya perhatian dan kepentingan yang sangat besar untuk bisa menjaga legacy.

Dalam pertemuan kita tanya apa benar bapak ada keinginan memperpanjangan tiga periode. Beliau katakan konstitusi tidak membuka jalan untuk itu. Terus kami tanya kalau begitu apa legacy bapak. Beliau menyatakan ada tiga, kesatu IKN, kedua pembangunan infrastruktur secara lembut, akseleratif, dan merata, yanf ketiga hilirisasi.

Dari tiga itulah kami mendiskusikan siapa orang yang bisa meneruskan legacy ini. Dari awal kan kita tahu Pak Jokowi kan juga mendorong sosok Ganjar Pranowo tapi kelihatannya ada dinamika elite di internal PDIP dan relasi antara kepada Pak Jokowi sehingga kami membaca sepertinya Pak Presiden punya preferensi baru.

Dari prerensi baru itu kami melihat dan menilainya ke sosok Pak Prabowo. Nah mulai kami komunikasi dengan banyak partai politik dan ternyata dari percaturan capres-cawapews ini ada deadlock di soal cawapres.

Saling mengunci kan dan kami juga sempat ngobrol dengan Pak Presiden bahwa ini pemantauannya memang tidak mudah karena figur-figur cawapres ini saling mengunci satu sama lain.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini