TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik, Vishnu Juwono mengkhawatirkan konflik di antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan partai yang menaunginya, PDIP.
Menurut Vishnu, konflik itu dipicu oleh putra sulung Jokowi sekaligus Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang menerima pinangan untuk menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto.
PDIP merasa ditinggalkan setelah Gibran yang menjadi kader PDIP tidak mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tetapi justru menjadi cawapres Prabowo.
"Pemicunya adalah pernyataan terbaru yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang menyatakan PDIP merasa ditinggalkan," ujar Vishnu dalam keterangannya, Kamis, (2/11/2023), dikutip dari Wartakotalive.com.
Dalam pernyataannya itu Hasto juga mengatakan para pemimpin partai "tersandera" oleh tindakan pemerintah dan terpaksa mendukung Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Vishnu menganggap isu yang dilemparkan Hasto itu bisa membahayakan stabilitas politik pemerintah.
"PDIP memiliki jumlah kursi terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan memiliki representasi yang terbesar di kabinet pemerintah Presiden Joko Widodo," kata akademisi asal Universitas Indonesia itu.
Dia mengatakan para menteri dari PDIP yang berada dalam kabinet Jokowi mengalami dilema.
"Situasi ini menempatkan para menteri PDIP dalam posisi sulit, dilema antara kewajiban mereka sebagai menteri yang wajib setia kepada Presiden dan peran mereka sebagai kader PDIP yang mewakili partai di dalam kabinet," kata dia menjelaskan.
Baca juga: PDIP Singgung Narasi Dizalimi jika Pecat Gibran, Kaesang: PSI Tak Ikut Campur
Menurut Vishnu, gangguan politik itu memunculkan tantangan besar menjelang masa kampanye capres dan cawapres tanggal 28 November 2023.
Dia mengatakan situasi politik harus dijaga agar tetap kondusif menjelang konstestasi politik 2024.
Vishnu berujar diperlukan kedewasaan politik pada kalangan elite negara supaya lingkungan politik damai.
PDIP dan Jokowi harus mencari solusi bersama untuk mengelola pemerintahan yang kolaboratif guna memastikan pemilu berlangsung dengan transparan, adil, dan bebas dari korupsi.
Selain itu, Vishnu menyinggung pentingnya menemukan titik temu guna mengatasi konflik antara Jokowi dan partainya.
"Menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik sambil menjunjung tinggi integritas proses pemilihan yang akan datang."
Baca juga: Komarudin Watubun Sebut Akan Muncul Narasi Saya Dizalimi Bila PDIP Pecat Gibran
Jokowi pilih bungkam
Sementara itu, Jokowi memilih bungkam ketika diminta buka suara tentang para elite PDIP yang mengaku kecewa karena merasa ditinggalkannya.
Dalam tayangan video di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi terlihat hanya tertawa sambil mengatakan enggan berkomentar.
“Saya tidak ingin mengomentari,” kata Jokowi saat berkunjung ke Pasar Bulan, Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa (31/10/2023).
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, kemudian menanggapi bungkamnya Jokowi.
Menurut Djayadi, Jokowi memilih bungkam karena menghindari perang terbuka dengan PDIP.
“Kalau beliau berkomentar, mungkin itu akan makin terbuka perangnya,” kata Djayadi, dikutip dari tayangan di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (1/11/2023).
Dia menilai apabila Jokowi menanggapi ucapan kekecewaan para elite PDIP, situasi akan makin panas.
“Misalnya ucapan kekecewaan kader-kader PDIP lalu disahuti dengan keras juga oleh Jokowi, maka perang makin terbuka,” kata dia menjelaskan.
Baca juga: Hasto Tuding Kartu Truf Ketum Parpol Dipegang Penguasa, Prabowo: Kok Nanya PDIP ke Saya
PDIP mengaku ditinggalkan
Beberapa waktu lalu Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan banyak kader PDIP yang tidak percaya bahwa Jokowi telah meninggalkan partai berlambang banteng itu.
"Ketika DPP partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi," kata Hasto lewat keterangan tertulisnya, Minggu, (29/10/2023), dikutip dari WartakotaLive.com.
Kata Hasto, PDIP selama ini telah mencintai Jokowi dan memberikan privilege atau keistimewaan kepada Presiden beserta keluarganya.
"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan konstitusi."
Menurut Hasto, PDIP berharap peristiwa itu tidak terjadi. Akan tetapi, takdir berkata lain.
"Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi."
Baca juga: Hasto Ungkap Kesedihan PDIP: Kami Berikan Privilege Besar ke Jokowi dan keluarga, Namun Ditinggalkan
(Tribunnews/Febri) (Wartakotalive/Alfian Firmansyah/M. Rifqi)