News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Dituduh Belokkan Putusan Batas Usia Capres, Ketua MK: Coba Baca Teliti Pertimbangan Hukumnya

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua MK Anwar Usman, jelang sidang pemeriksaan keduanya oleh MKMK terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang juga berstatus terlapor dalam perkara di Majelis Kehormatan MK meminta para pihak yang menuduh adanya kejanggalan dalam putusan batas usia capres-cawapres untuk membaca berkas putusan dimaksud.

Anwar juga meminta pihak yang menuduh dirinya mengabulkan permohonan yang tak dimohonkan pemohon untuk membaca secara teliti dan mendalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya.

"Namanya putusan hakim, makanya saya bilang cobalah baca secara teliti, secara mendalam pertimbangan demi pertimbangan," kata Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).

Baca juga: Jalani Pemeriksaan Kedua, Anwar Usman Ditanya MKMK soal Bocornya Hasil RPH

Sebagaimana diketahui Anwar Usman menjadi terlapor dalam beberapa laporan yang masuk ke MKMK. Anwar dipandang mempengaruhi hakim konstitusi lainnya sehingga ikut mengabulkan permohonan di perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dalam dissenting opinion putusan yang dikemukakan Wakil Ketua MK Saldi Isra, dijabarkan fakta bahwa putusan MK soal batas usia capres-cawapres sebenarnya secara tekstual tidak dimohonkan oleh pemohon.

Saldi menyatakan bahwa pemohon hanya meminta bahwa persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 tak tak punya kekuatan hukum mengikat.

"Secara tekstual, yang dimohonkan bersyarat adalah 'berusia paling rendah 40 tahun' untuk dibuat alternatif atau dipadankan dengan "...atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota," kata Saldi membaca dissenting opinion dalam sidang agenda pembacaan putusan, Senin (16/10/2023).

Ia menerangkan bahwa benar kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sebagaimana amar permohonan adalah jabatan yang dipilih lewat pemilu. Tapi Saldi menegaskan perlu diberi catatan tebal bahwa tak semua jabatan yang dipilih lewat pemilu adalah kepala daerah.

Saldi memahami bahwa hakim bisa sedikit bergeser dari petitum pemohon untuk mengakomodasi permohonan demi putusan yang seadil-adilnya.

Namun kata dia, celah 'sedikit bergeser' hanya bisa dilakukan sepanjang masih punya ketersambungan dengan petitum (alasan-alasan) permohonan.

Apalagi permohonan pemohon sangat eksplisit bertumpu pada berpengalaman sebagai kepala daerah, serta menggunakan kata 'pengalaman' sekaligus 'keberhasilan'.

Bahkan pemohon mencontohkan secara jelas dengan membawa Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai acuan.

"Artinya permohonan Nomor 90 tidak menyandarkan alasan-alasan permohonannya pada pejabat yang dipilih." kata Saldi.

Atas hal ini, Saldi pun bertanya haruskan Mahkamah bergerak sejauh ini dengan memutus perkara yang tak dimohonkan oleh pemohon.

"Haruskan Mahkamah bergerak sejauh itu?" tanya Saldi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini