TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sowan atau menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri guna menyelesaikan permasalahan secara dewasa.
Belakangan ini hubungan Jokowi dengan Megawati dikabarkan memanas setelah putra Jokowi sekaligus Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, memilih menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto
Menurut Burhanuddin pertemuan di antara Jokowi dan Megawati bisa menurunkan ketegangan politik menjelang Pilpres 2024.
Apalagi, kata Burhanuddin, Jokowi pernah mengaku sebagai putra atau anak Megawati.
"Jadi, misalnya sekarang Presiden Jokowi dianggap 'crossing the limit' (kebablasan) karena memperbolehkan Gibran maju sebagai cawapres Pak Prabowo, sebagai anak ada baiknya Presiden Jokowi sowan ke Ibu Mega, kemudian selesaikan secara dewasa," kata Burhanuddin dalam acara Kompas Malam di Kompas TV, Kamis, (2/10/2023).
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) itu mengatakan harus ada rekonsiliasi di antara Jokowi dan PDIP.
Baca juga: Guntur Romli Ungkit Sikap Jokowi: Dulu Sebut Wacana Gibran Cawapres Tak Logis, tapi Kini Kejadian
Pemilu 2024 lebih mengkhawatirkan
Dalam acara yang sama Burhanuddin menyebut Pemilu 2024 lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.
"Karena di 2019 itu Presiden Jokowi bersama Kiai Ma'aruf Amin didukung oleh elemen yang sedang mendapatkan mandat demokratik sebagai penguasa. Jadi, partai pemerintah itu ngumpul semua di belakang Presiden Jokowi," ujarnya.
Burhanuddin menyebut Pemilu 2024 lebih rumit atau kompleks karena pertarungan tidak hanya melibatkan capres yang didukung pemerintah, tetapi juga antarkekuatan pemerintah.
"Bayangkan Anies Baswedan pun didukung oleh dua partai pemerintah, Nasdem dan PKB," kata dia.
"Yang kedua, PDI Perjuangan mendukung Ganjar-Mahfud. Jadi, sesama mereka yang punya instrumen dan akses terhadap kekuasaan sekarang bertarung satu sama lain."
Baca juga: Pengamat: Gibran Maju Cawapres Tak Mengejutkan, Portofolio Keluarga Jokowi Melulu pada Kekuasaan
Oleh karena itu, Burhanuddin kekhawatiran Jokowi tentang pemilu masuk akal.
"Karena tadi, yang berebut kekuasaan sama-sama punya akses terhadap instrumen kekuasaan. Ini kan lebih berbahaya. Kalau dulu, Pak Prabowo didukung oleh Partai Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN yang tidak punya akses kekuasaan," ujarnya menjelaskan.
"Sekarang yang bertarung sama-sama punya akses terhadap aparat, sama-sama punya akses terhadap instansi kekuasaan, dan kalau misalnya mereka tidak netral dan kemudian saling baku hantam sesama kontestan dan melibatkan akses dan kekuasaan, itu kan yang jadi korban kita semua."
Menurut Burhanuddin, diperlukan solusi yang bersifat win-win dari kedua belah pihak.
Di samping itu, dia menyebut PDIP yang menaungi Jokowi justru saat ini seolah menjadi pihak oposisi pemerintah.
"Yang terjadi sekarang justru PDI Perjuangan yang melahirkan Jokowi, yang sekarang tampil di garda paling depan (dalam) 'gerakan oposisional' meskipun masih dalam pemerintahan.
"Siapa yang mengguliarkan hak angket terkait dengan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang memang bermasalah itu? Ya dari PDI Perjuangan," ungkapnya.
Baca juga: Jokowi: Kalau Pemilu Agak Panas Tidak Apa-apa, Asal Jangan Dikompori
Jokowi minta suasana politik tidak dipanas-panasi
Sementara itu, Jokowi meminta situasi politik saat ini tidak dipanas-panasi atau dikompor-kompori.
"Ya kalau mau pemilu, anget-anget dikit, agak-agak panas kan enggak apa-apa. Yang paling penting Bapak Ibu jangan beli kipas atau ibu-ibu beli kompor manas-manasin," kata Jokowi ketika meninjau proyek-proyek di Ibu Kota Nusantara (IKN), Rabu, (1/11/2023).
Jokowi mengatakan perbedaan pilihan dalam pemilu adalah hal yang wajar
"Kita ini saya lihat sudah semakin dewasa dalam berdemokrasi. Perbedaan itu biasa. Beda pilihan biasa gitu, loh," ujarnya.
(Tribunnews/Febri)