Laba bersih sebelum pajak atau Ebitda perseroan turut bergerak positif dengan peningkatan 34 persen menjadi Rp848 miliar dari Rp286 miliar secara YoY. Dalam tiga bulan terakhir perseroan memiliki tiga fokus utama guna mendukung pelaksanaan bisnis yang berkelanjutan.
Bisnis Bluebird bermula dari sebuah rumah bernomor 107, Jalan Cokroaminoto, Jakarta tahun 1965 di mana pertama kali bisnis taksi dijalankan. Di tahun 1972, secara resmi 25 armada Bluebird Holden Torana mengaspal di Jakarta untuk menjadi rekan mobilitas masyarakat untuk menemui kebahagiaan mereka.
"Bluebird menjadi taksi pertama yang menggunakan sistem tarif berdasarkan argometer. Armada Bluebird telah dilengkapi sistem radio untuk kemudahan penyebaran order yang didukung sistem operator terpusat," tulis informasi perusahaan dikutip Selasa (7/11/2023).
Presiden Direktur Bluebird Sigit Priawan Djokosoetono mengatakan, sebelum mendapat izin resmi sebagai perusahaan taksi, Bluebird beroperasi sebagai kendaraan taksi gelap.
"Sebab, waktu itu belum banyak izin dikeluarkan. Kita mulai di Menteng, HOS Cokroaminoto, itu cikal bakal Bluebird, hingga sekarang kita punya 24 ribu kendaraan dan 20 ribu driver," ujarnya di acara Chief Editor Gathering di kawasan Sudirman. Diberitakan Tribunnews pada Senin (11/4/2022).
Dia bercerita, perusahaan sudah terbiasa dengan inovasi dan menjadi perusahaan taksi pertama yang memakai argometer sejak 1972 hingga 1980.
"Kalau sekarang pakai digital, waktu itu argometer. Lalu tahun 1970 sampai 1980, fasilitas AC jadi sesuatu yang mewah, itu inovasi yang kita lakukan dengan kendaraan," kata Sigit.
Kemudian pada periode 1990 hingga 2007 mulailah era komputerisasi, dari sebelumnya pesan taksi menggunakan kertas bergeser ke penggunaan komputer.
"Di periode itu, kita luncurkan Silver Bird karena ada ajang KTT Non Blok. Kita juga inovasi order pakai radio, ini cukup unik dalam hal teknologi," tutur dia.