Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDIP, Masinton Pasaribu, merespons soal pernyataan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang mengaku difitnah sehingga diberhentikan sebagai Ketua MK dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait penanganan perkara uji materi pasal batas capres-cawapres.
Masinton menduga Anwar mengatakan hal seperti itu karena memiliki bekingan yang disebutnya sebagai 'bekingan pusat'.
Buat Masinton, Anwar memang seharusnya mengundurkan diri dari MK, bukan malah memberikan perlawanan dan merasa dizolimi.
"Saya menduga dia berani begitu bekingannya pusat," kata Masinton di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).
Istilah tersebut dia dapatkan setelah merujuk sebuah kaus yang viral dalam bahasa Jawa, yakni dekengane pusat, yang jika diartikan ke bahasa Indonesia yaitu bekingan pusat.
"Kan ada kaus yang viral itu tuh yang orangnya bekingannya pusat. Jadi dia berani melawan begitu karena dia sedang pakai kaus itu, bekingannya pusat, di tiktok ada tuh," kata dia.
Masinton mengaku bahwa tak pernah ada hakim konstitusi yang setelah diputuskan bersalah, justru malah melakukan perlawanan.
"Enggak ada, karena hakim yang lain menggunakan hati kalau dia digugat secara etik ya dia diterima, ini tapi dia melawan, bekingannya pusat," ujar Masinton.
Baca juga: Laporan Dugaan Nepotisme Jokowi, Gibran, Anwar Usman Dkk Masih Diproses KPK
Masinton menyebut, situasi saat ini memang sedang tidak baik-baik saja.
"Kalau begini, maka awasi pemilunya. Ini sejak awal ada proses yang cacat ya, iya dong, kita katakan cacat, ada proses yang cacat. Menjadi kontestan, tapi memang berlangsungnya pemilu ini bakal begitu saja? Jujur adil sesuai dengan harapan kita semua tadi? Makanya kita harus awasi," pungkasnya.
Merasa Difitnah usai Terbukti Bersalah Konflik Kepentingan dan Jabatan Dicopot
Anwar Usman selaku Ketua MK dilaporkan oleh beberapa pihak karena diduga punya konflik kepentingan dengan mengabulkan uji materi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tentang batas usia minimal capres-cawapres.
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dikeluarkan Anwar Usman dkk mengatur, batas usia capres-cawapres dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
Putusan itu sekaligus memuluskan langkah putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping capres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.