TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyebut mempermanenkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) justru akan menurunkan derajat negarawan dari para hakim konstitusi itu sendiri.
Pasalnya hakim konstitusi merupakan salah satu penyelenggara negara yang menyandang predikat negarawan. Predikat tersebut disandang lantaran para hakim konstitusi diharapkan sebagai orang yang tidak pernah salah.
Jika MKMK dipermanenkan, maka menurut Nasir Djamil, MK akan sama seperti DPR yang juga memiliki Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Presiden pun lanjutnya, tidak disebut sebagai negarawan.
"Sehingga negarawan ini tentu diharapkan orang yang tidak pernah 'salah'. Kalau kemudian ada wacana atau ide untuk mempermanenkan MKMK itu justru menurunkan derajat kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi. Lalu apa bedanya dengan kami seperti Mahkamah Kehormatan Dewan misalnya," kata Nasir Djamil saat wawancara khusus dengan News Manager Tribun Network, Rachmat Hidayat di Studio Tribunnews, Komplek Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta pada Kamis (9/11/2023).
"Sekarang itulah yang membedakan kami, bahkan Presiden sekalipun tidak disebut sebagai negarawan, hanya Hakim Mahkamah Konstitusi," katanya.
Dia juga tak memungkiri sebagai manusia, hakim konstitusi tak luput dari kesalahan.
Kesalahan dari hakim konstitusi pun diharapkan jarang terjadi.
Sehingga MKMK lebih cocok jika tetap berstatus ad hoc atau sementara/bersifat khusus untuk menangani perkara tertentu, alih-alih dipermanenkan.
"Sehingga ketika ada putusan-putusannya yang mencederai keadilan banyak orang maka dibutuhkanlah satu majelis yang mengoreksi keputusannya itu. Karena memang putusan MK itu kan final dan mengikat sangat-sangat berkuasa penuh kira-kira begitu, berkuasa penuh dia. Dan cara mengoreksi ya seperti itu jadi kehadiran MKMK itu mengoreksi dan oleh karena itu dia ad hoc," jelas dia.
"Saya katakan tadi kalau dia dipermanenkan itu menurunkan derajat kenegarawanan yang disandang oleh Hakim Mahkamah Konstitusi," kata Nasir Djamil.