Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Pernyataan calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo yang memberikan nilai rapor merah terhadap penegakan hukum era Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai pro kontra.
Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto sempat ditanya awak media mengenai kritikan Ganjar kepada Presiden Jokowi tersebut. Saat itu, Eks Danjen Kopassus itu enggan berbicara banyak.
Momen tersebut terjadi saat Prabowo meresmikan 15 sumber titik air bersih di Desa Pamabulan, Banten pada Minggu (19/11/2023). Prabowo pun sempat menemui awak media setelah acara.
Saat itu, Prabowo hanya memberikan kedipan mata kepada awak media untuk menjawab kritikan Ganjar kepada Jokowi tersebut. Seusai mengedipkan mata, Prabowo juga tertawa dan memilih tak memberikan pernyataan apapun.
Prabowo pun lebih memilih langsung masuk ke dalam kendaraan Alphard putih yang ditumpanginya tersebut.
Sebelumnya, Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo kembali memberikan kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Kali ini, Ganjar mengkritik penegakan hukum era Jokowi.
Ganjar mengatakan nilai rapor penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) pemerintahan Jokowi saat ini jeblok.
Sebelumnya, dalam beberapa acara, Ganjar sempat menyebut nilai rapor penegakan hukum mencapai tujuh atau delapan, saat ini ia tak segan rapornya bernilai lima.
Ganjar kemudian ditanya apakah saat ini nilai rapor itu sudah menurun.
"Betul. Kasus kemarin kan menelanjangi semuanya dan kita dipertontonkan soal itu," kata Ganjar saat menghadiri acara diskusi yang digelar oleh Ikatan Alumni Universitas Negeri Makassar (Iluni UNM) di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu, (18/11/2023).
Dia tidak menjelaskan kasus apa yang dimaksudnya itu. Ketika ditanya tentang penyebab jebloknya nilai itu, Ganjar menyinggung faktor rekayasa dan intervensi.
"Rekayasa dan intervensi yang kemudian membikin independensi menjadi ilmu dari yang imparsial menjadi parsial," ujar dia menjelaskan.
Ganjar kemudian ditanya apa yang akan dilakukannya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga penegakan hukum jika terpilih sebagai presiden.
"Ketika kewenangan itu ada dan diberikan kepada seorang pemimpin, yang kemudian membikin arusnya itu dibalik. Dukungan kedua adalah kolaborasi dengan kondisi sosiologi di masyarakat, agamawan, ilmuwan, budayawan, media," kata mantan Gubernur Jawa Tengah itu.
"Ketika kegelisahan itu semuanya muncul, rasanya ini yang mesti diakomodasi untuk kemudian membalikkan situasi itu, dan ketika regulasinya tidak mencukupi, jadi ubah regulasinya," sambung dia.
Ganjar kemudian diminta menyebutkan nilai rapor pemerintahan Jokowi dalam hal hukum, HAM, dan pemberantaran korupsi, dari skala satu hingga sepuluh.
"Dengan kasus ini jeblok," katanya.
"Lima," ujar dia menambahkan.