Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD, menanggapi pertanyaan awak media terkait pengakuan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku pernah dimarahi Presiden Joko Widodo agar menyetop pengusutan kasus dugaan korupsi e-KTP.
Mahfud mengatakan dari sisi boleh atau tidaknya, lembaga penegak hukum tidak boleh diintervensi siapapun.
Hal tersebut disampaikannya kepada awak media usai salat Jumat di Masjid Pondok Pesantren Mathlaul Anwar Linahdlatil Ulama (Malnu) Banten pimpinan KH Hamdi Ma`ani pada Jumat (1/12/2023).
"Kalau mau bicara boleh (intervensi), itu tentu tidak boleh. Lembaga penegak hukum tidak boleh diintervensi oleh siapapun," kata Mahfud.
Akan tetapi soal benar atau tidaknya pernyataan Agus, kata Mahfud, hanya Agus yang mengetahuinya.
Mahfud pun mengaku baru mendengar hal tersebut.
Untuk itu, ia menyerahkan masyarakat menilai soal tersebut.
Ia berharap KPK hendaknya bangkit kembali setelah terpuruk akibat kasus yang menjerat pimpinannya yang tidak profesional.
"Ya biar masyarakat menilai bagaimana kasus ini. Tapi memang kita tidak boleh mengintervensi penegakkan hukum. Saya sendiri nggak pernah," kata dia.
Menurut yang pernah ia dengar, intervensi kepada KPK bukan hanya datang dari presiden apabila pemgakuan Agus benar adanya.
Mahfud mengatakan, ia juga pernah mendengar intervensi terhadap KPK juga datang dari partai pololitik, dan pejabat-pejabat yang selalu melakukan lobi-lobi untuk mengganggu penegakan hiukum.
"Nah ke depannya tidak boleh, pemerintah yang akan datang itu harus memastikan bahwa lembaga penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi benar-benar diberi independensi dan disediakan dana yang cukup dari negara serta dikawal agar mereka ini benar-benar profesional," kata Mahfud.
Ketika ditanya apakah apabila dirinya menang dalam Pilpres kali ini akan ada penyesuaian terhadap Undang-Undang (UU) KPK mengingat revisi UU KPK yang terakhir dianggap sebagai sebab persoalan di tubuh KPK saat ini, Mahfud mengatakan pihaknya belum secara spesifik bicara terkait revisi UU.
Baca juga: Sederet Respons Pengakuan Mantan Ketua KPK Agus Soal Jokowi Marah Minta Setop Kasus Setya Novanto
Namun yang jelas, kata dia, pihaknya ingin menguatkan semua lembaga penegak hukum.
"Seperti kejaksaan sekarang. Itu kan sudah sangat bagus dibandingkan dengan misalnya 5 tahun lalu. Yang sekarang ini terukur, kerja-kerjanya jelas, targetnya jelas. Itu kejaksaan. Kan bagus. Kita kembangkan semua," kata Mahfud.
"KPK yang dulu pernah berjaya nanti kita naikkan lagi agae semua lembaga penegak hukum itu kuat. Soal bagaimana nanti, undang-undang dan sebagainya, nanti kita dalami lagi," sambung dia.
Pengakuan Agus Rahardjo
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Saat itu, Setya Novanto masih menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar yang merupakan salah satu parpol pendukung Jokowi di Pemilu.
Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas sebelum mengungkapkan pernyataannya.
"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).
"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara)," sambung dia.
Agus mengaku sempat merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus.
Ia lantas diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.
Saat memasuki ruang pertemuan, Agus mengaku Jokowi sudah marah.
Dirinyapun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi.
Setelah duduk ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setnov disetop KPK.
"Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.
"Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," lanjut Agus.
Istana Bantah
Pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana angkat bicara soal pengakuan Eks Ketua KPK Agus Rahardjo yang sempat dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Istana.
Sebelumnya Agus dalam acara di salah satu stasiun televisi swasta mengaku pernah dipanggil Jokowi yang sedang dalam kondisi marah untuk menghentikan kasus e-KTP yang telah disidik KPK.
Terkait hal tersebut, Ari mengatakan tidak ada agenda pertemuan antara Presiden dengan Agus Rahardjo membahas soal penghentian kasus e-KTP.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," kata Ari saat dihubungi pada Jumat (1/12/2023).
Ari mengatakan saat Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Presiden secara tegas agar proses hukum diikuti dengan baik.
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," katanya
Menurut Ari pada kenyataannya, proses hukum Setya Novanto di KPK terus berjalan.
Kasus e-KTP disidangkan di pengadilan dan Novanto di vonis 15 tahun penjara.
"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yangcberkekuatan hukum tetap," katanya.
Ari pun menyinggung revisi UU KPK yang menuai kontroversi pada tahun 2019 lalu.
Undang-undang tersebut direvisi atas inisiatif DPR bukan pemerintah.
Baca juga: Novel Baswedan Pernah dengar Agus Rahardjo Ingin Mundur karena Jokowi Minta Hentikan Kasus e-KTP
"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," pungkasnya.