Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani merespons pernyataan Prabowo Subianto soal larangan mempolitisasi masalah HAM.
Diketahui, Prabowo memiliki catatan kelam dalam hal penegakkan hak asasi manusia (HAM). Yakni terkait kasus pelanggaran HAM tentang penculikan mahasiswa pada 1997-1998.
"Kalau dianggap persoalan HAM itu adalah bentuk politisasi, maka Prabowo baru saja mengingkari konstitusi kita, UUD Negara Republik Indonesia 1945, yang menjamin hak asasi manusia itu, baik dalam hal pemenuhan ataupun ketika terjadi pelanggaran maka negara harus bertanggung jawab," kata Julius, saat dihubungi wartawan Tribunnews.com, pada Rabu (13/12/2023).
"Jadi kalau dikatakan (masalah HAM) dipolitisiasi, dia baru saja melanggat mandat konstitusi," sambungnya.
Sehingga, Julius kemudian menduga, bukan tidak mungkin jika Prabowo terpilih menjadi presiden, maka akan banyak konstitusi lainnya yang diingkari.
"Jadi kalau dia jadi presiden bukan tidak berarti banyak mandat konstitusi lainnya yang diingkari juga," katanya.
Tak hanya itu, Julius mengatakan, negara telah menyatakan ada 16 kasus pelanggaran HAM berat, dimana 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu tengah dilakukan penyelidikan dan rekomendasinya oleh Komnas HAM, misalnya kepada Kejaksaan Agung.
"4 kasus di antaranya, DPR RI telah memberikan rekomendasi tindak lanjut kepada Presiden. Itu semua mandat konstitusi dan UU. Berarti ini mekanisme tata negara kita berjalan. Itu bukan politisasi," ucapnya.
Terlebih, soal penculikan aktivis pada tahun 1998 silam, kata Julius, hal tersebut sudah disampaikan politikus Budiman Sudjatmiko, bahwa Prabowo telah mengakui perbuatannya itu dan juga telah mengembalikan para korban.
Lebih jauh, disebutkan Julius, sudah ada keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Militer ABRI saat itu, yang menyatakan bahwa terjadi tindakan penculikan atas inisiatif dan atas analisis pribadi dari Prabowo Subianto.
"Sehingga, dia dipecat secara tidak hormat. Itu negara juga. Jadi di bagian mana negara sudah berjalan, dia (Prabowo) pun mengakui. Lalu, di bagian mananya dianggap itu sebagai politisasi?" tegasnya.
Adapun menurutnya, dalam merespons pertanyaan Ganjar Pranowo tersebut, Prabowo seharusnya mengakui dan memberikan solusi atas pengalaman kelamnya itu untuk tidak terjadi lagi di masa depan.
"Maka harusnya dia dengan jantan, gagah, prajurit mengakui itu untuk kemudian mengajukan solusinya apa, program ke depannya apa, itu udah ditanyain kok, bagaimana dengan konverensi anti penghilangan paksa, protokol opsional anti penghilangan paksa dan segala macam," kata Julius.
"Jadi (Prabowo seharusnya) tinggal bilang, 'saya pastikan tidak ada orang lagi yang berbuat kesalahan seperti saya, dengan seluruh kebijakan yang akan kami ratifikasi ini'. Wah selesai, tepuk tangan semua," sambungnya.
Julius justru menyayangkan respons Prabowo saat ditanya Ganjar Pranowo soal masalah HAM ini yang dinilainya lebih mengedepankan emosi.
"Dia (Prabowo) lebih mengedepankan emosi pribadinya dia. Dia kelihatan betul gusar ketika ditanyakan itu. Ketika Ganjar menanyakan itu, dia malah 'come on lah', 'you know lah', malah begitu-begitu, itu apa? Sama sekali tidak menunjukkan level kenegaraan di dalam jawaban seperti itu."
Sebelumnya, Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menjawab pertanyaan yang diajukan Capres Nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengenai beberapa kasus pelanggaran HAM.
Diketahui, Prabowo memiliki catatan kelam dalam hal penegakkan HAM. Yakni terkait kasus pelanggaran HAM tentang penculikan mahasiswa pada 1997-1998.
Ganjar menyoroti 12 kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indoensia, mulai dari Peristiwa 65, Penembakan Misterius, Talangsari, Penghilangan Paksa sampai kasus di Wamena.
Ia juga mengatakan, pada tahun 2009 DPR sudah mengeluarkan 4 rekomendasi untuk presiden membentuk pengadilan HAM ad hoc, menemukan 13 korban penghilangan paksa, memberikan kompensasi dan pemulihan, dan meratifikasi konvensi anti penghilangan paksa sebagai upaya pencegahan.
"Kalau Bapak (Prabowo) di situ apakah akan membuat pengadilan HAM dan membereskan rekomendasi DPR? Pertanyaan kedua, di luar sana menunggu banyak ibu2 apakah bapak bisa membantu di mana kuburnya yg hilang agar mereka bisa berziarah?" tanya Ganjar kepada Prabowo, dalam debat perdana capres 2024 di Kantor KPU RI, pada Selasa (12/12/2023).
Merespons hal itu, Prabowo justru menyinggung, bahwa penanganan masalah HAM itu ditangani oleh cawapres pendamping Ganjar, yakni Menko Polhukam Mahfud MD.
Prabowo menuturkan, kasus yang menjadi catatan kelamnya itu kerap ditanyakan di setiap Pilpres yang diikutinya, terutama saat hasil survei menyatakan elektabilitasnya meningkat.
"Apa lagi yang mau ditanya kepada saya? Saya sudah jawab berkali-kali tiap 5 tahun kalau polling saya naik ditanya lagi soal itu," kata Prabowo.
Padahal, Menteri Pertahanan RI itu mengklaim, dia merupakan sesorang yang keras membela HAM.
"Saya merasa bahwa saya yang sangat keras membela hak asasi manusia," ujarnya.
Meski demikian, Prabowo kemudian mengatakan, sejumlah orang-orang yang dulu pernah menjadi tahanan politiknya (tapol) kini malah bergabung mendukungnya di Pilpres 2024.
"Nyatanya orang-orang yang dulu ditahan, tapol-tapol yang katanya saya culik sekarang ada di pihak saya membela di pihak saya," tegas Prabowo.
"Jadi masalah HAM jangan dipolitisasi Mas Ganjar, menurut saya," tuturnya.