Terakhir, di Maluku dan Papua dikuasai oleh Prabowo dengan angka 57,5 persen.
Diikuti oleh Anies 32,5 persen dan Ganjar 10 persen.
Respons kubu AMIN
Juru Bicara Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), M. Fachri Muchtar menilai saat ini pihaknya sedang berada di track yang benar untuk memenangkan kontestasi Pilpres 2024.
"Survei CSIS di mana pasangan Anies-Muhaimin berada di posisi kedua kami melihat ini sebagai hal yang bagus dan menarik. Kami sangat senang dengan survei ini," kata Fachri, Kamis (28/12/2023).
Ia menyebut, meroketnya elektabilitas pasangan dengan akronim AMIN tersebut tak lepas dari kontribusi seluruh pihak yang mendukung paslon nomor urut 1 tersebut.
"Kenaikan elektabilitas AMIN ini tak lepas dari kontribusi para relawan, simpatisan, kader-kader partai pendukung dan pengusung yang bekerja begitu keras untuk mengenalkan serta menyebarkan visi-misi, gagasan pasangan AMIN," tukas Fachri.
"Dan mereka ini semua tidak dibayar. Mereka bergerak atas dasar kecintaannya untuk Indonesia. Mereka ingin Indonesia yang adil, makmur untuk semua. Ini menjadi angin segar bahwa masyarakat semakin yakin akan dibutuhkannya perubahan," tandasnya.
Selisih 7 persen Ganjar dengan Prabowo di Jateng jadi warning
Pakar Psikologi Politik Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Moh Abdul Hakim, menanggapi hasil survei Center for Strategies and International Studies (CSIS) yang menyebut elektabilitas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Jawa Tengah mulai menempel Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Hakim menilai, selisih suara Prabowo-Gibran dengan Ganjar-Mahfud di Jateng yang hanya terpaut 7 persen, sebagai warning atau peringatan bagi PDIP.
"Saya melihat ada kekhawatiran juga. Jateng dan Solo Raya kadangnya banteng. Kalau sampai suaranya didominasi Prabowo ini jadi hal buruk. Tak hanya untuk Ganjar-Mahfud, tetapi untuk PDIP khususnya. Itu warning," ungkap dia kepada Tribunnews, Kamis (28/12/2023).
Menurut Hakim, penurunan suara Ganjar-Mahfud di wilayah Jateng karena beberapa hal.
Di antaranya karena dampak penyerangan kepada Jokowi.
Pasalnya hubungan Jokowi dengan masanya bukan hubungan idiologis, tetapi emosional sehingga tak menurunkan kredibilitas tapi justu menimbulkan simpati.
Selain itu karena posisi Ganjar yang susah, sehingga tak lagi punya efek elektoral yang kuat.