Kata dia, saat Polri memisahkan diri dari ABRI, pemerintah saat itu membelikan beragam peralatan pendukung.
Kata dia, hal itu dilakukan dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang berasal dari pajak rakyat.
"Itu apa saya nggak beri ada pemasukan, ada pendapatan untuk APBN-nya, saya belikan yang namanya peralatan dan lain sebagainya, eh tapi eling loh ya yang jadi pemimpin," tutur dia.
Atas hal itu, Megawati meminta agar Polri untuk mengingat hal itu, dan justru tidak melayangkan bully kepada dirinya.
"Jangan macam-macam. Jangan saya dibully," beber dia.
Presiden ke-5 RI itu lantas menyebut kalau dirinya dibully, maka tidak segan akan melibatkan para pengacara yang sudah disiapkan.
Hanya saja, Megawati menyatakan hal ini bukan untuk menakut-nakuti. Dirinya hanya menegaskan kalau apa yang disampaikan adalah bentuk janji jika ada yang membully maka akan disikapi.
"Kalau kali ini, kalau dalam kampanye ini saya dibully, Saya sudah punya loh yang namanya pengacara-pengacara. Saya tepat janji loh, waktu sebelumnya saya mau di-bully mau apa, terserah tapi saya pernah bikin, 'Jangan saya di-bully ketika pemilu'. saya bukan nakutin itu kata kebenaran saya," tukas dia.
Baca juga: Momen Megawati Serahkan Potongan Tumpeng Pertama HUT ke-51 PDIP ke Wapres Maruf Amin
Pesan Megawati ke KPU dan Bawaslu
Megawati Soekarnoputri menitipkan pesan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
Dihadapan kader dan elit PDIP yang hadir dalam perayaaan HUT ke-51 PDIP, ia meminta dua lembaga itu untuk bisa mewujudkan pemilihan umum (Pemilu) berasaskan jurdil dan luber.
Presiden RI ke-5 ini menyatakan bahwa kebenaran dalam pemilu terjadi ketika rakyat dapat mengekspresikan hati nuraninya secara bebas, merdeka dan berdaulat.
"Nah ini juga untuk KPU dan Bawaslu tolong dong kerja yang benar. Saya kan baca tuh di jalan itu baliho pemilu yang demokratis, di mana saya lihat kalau lagi jalan. Jujur, adil, langsung, umum dan bebas. Nah ini bebasnya dan rahasia jadi tidak digiring loh," tutur dia dalam kegiatan yang berlangsung di Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Megawati menyebut bahwa penyelenggara pemilu lebih kuat saat masih bernama LPU atau lembaga pemilihan umum.
Ketika orde baru, dirinya berupaya mempertahankan LPU.
Namun sayangnya, saat reformasi, lembaga itu diganti dengan KPU.
"Saya bilang komisi itu ada Pak Laoly, jawab saya komisi itu sifatnya ad hoc kan? bahwa suatu saat itu bisa dibubarkan. Itu berulang kali saya ngomong," tutur dia.